KALEM.ID – “Badminton itu harga diri Indonesia, kita berharap semua pemain bisa menjadi lebih jago dan menang di turnamen-turnamen yang lain”
Kekecewaan kembali menaungi wajah Indonesia yang sudah kadung buram, hari Juma’t (25/5) kemarin secara resmi Indonesia tersingkir dari pagelaran Thomas-Uber Cup 2018 di Bangkok, Thailand. Badminton sebagai satu-satunya hal yang kita bisa mencak-mencak dan bangga-banggaan akhirnya harus gigit jari juga. Memang bukan kali pertama kita tersingkir di turnamen ini, toh sudah delapan belas tahun kita tidak juara Thomas cup, dan sudah dua puluh enam tahun tidak juara Uber cup, sudah terlanjur bebal diri kita terhadap kekalahan. Tetapi tahun ini kita punya peluang yang cukup bagus, karena minions sering juara dan comebacknya pasangan veteran mantan juara dunia Hendra-Ahsan. Tapi ya namanya nasib, secara terpaksa kita harus merasa maklum atas kekalahan ini.
Tanpa maksud mencari kambing hitam, karena memang sudah adat dan budaya kita menemukan kesalahan, akan saya ulas lima hal yang menjadi penyebab kekalahan Indonesia di Thomas-Uber Cup 2018.
- Tunggal Yang Loyo
Setelah eranya Susi Susanti di tunggal putri dan Taufik Hidayat di tunggal putra, praktis tidak ada lagi pemain tunggal yang mematikan dari Indonesia. Kunci bermain Thomas-Uber ada pada tunggalnya, karena harus menang 3 dari 5, salah satu tunggal wajib menang. Entah apa yang salah, saya tidak tahu, tapi Taufik Hidayat banyak membahas mengenai hal ini juga di medsosnya. Meski kini Taufik sibuk mancing dan jadi kader partai Demokrat (kalau tidak percaya silakan stalk akunnya @th_natanayo), legenda Indonesia ini menyatakan bahwa tunggal kita tidak bisa konsisten karena sistem kepelatihan yang ketinggalan zaman. Ia menambahkan karena mental pemain kita juga jelek, kurang keliatan ingin menang dan tidak ada semangatnya. Awalnya saya tidak percaya tapi setelah melihat Jonathan Christie bermain saya langsung mengamini pernyataan Taufik itu.
- Tidak Punya Semangat Juang
Selain Taufik, Bu Susi Susanti yang sekarang jadi pejabat di PBSI juga bilang hal yang sama. Peraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992 ini menyatakan pemain sekarang itu kalau sudah kalah ya sudah, seperti tidak ada upaya dan keinginan untuk bangkit. Saya jadi bertanya-tanya, jangan-jangan para pemain kita ini adalah pengikut aliran Jabariyah, di mana semua hal sudah diatur Allah, sehingga kalah menang itu urusan langit, bukan urusan mereka. Jika melihat pemain tim Thomas China kemarin, teriak kita saja kalah, mereka kelihatan sekali ingin menang, dan seperti siap mati pokoknya harus menang, keras. Tim Uber Thailand juga sama, untuk pertama kalinya dalam sejarah mereka masuk ke final, semua pemain tidak ada yang nyante, keras, push the limit kata anak-anak gaul sekarang.
- Bulan Puasa
Saya menduga jangan-jangan pemain Indonesia ini pada puasa sehingga mereka lemes dan kehilangan tenaga. Demi ketaatan kepada Allah mereka tidak mau mengambil rukhsah dan memilih untuk tetap puasa. Tetapi kemudian saya kemudian merasa alasan bulan puasa ini menjadi omong kosong karena kebanyakan pemain Indonesia bukanlah muslim, jadi selain Ahsan, saya ragu mereka puasa.
- Pemain yang bukan Islam
Oke sebaiknya kita skip nomor yang ini, ini website kalem woy, bukan F*I.
- Kecantikan Nitchaon Jindapol
Saya curiga para pemain kita terutama tim Thomas menjadi salah fokus selama turnamen karena Nitchaon Jindapol. Pemain Thailand yang seperti putri raja ini duduk terus di sana memandang manja ke arah lapangan dan kadang-kadang bersorak dan bernyanyi untuk timnya, pesonanya membuat pemain lain jadi kehilangan konsentrasi. Atau ketika dia bermain melawan Indonesia, saya khawatir pendukung Indonesia malah mendukungnya sehingga mereka malah mendoakan Jindapol. Dia itu, bahkan ketika penuh peluh keringat masih saja seperti bintang iklan wardah, inilah yang membuat keimanan saya goyah kala menonton Indonesia. Asep Saidi bahkan rela adzan magrib ditunda demi menonton neng Jindapol.
Itulah lima alasan kekalahan Indonesia di Bangkok kemarin, semoga bermanfaat dan tidak menghilangkan kecintaan kita terhadap dunia perbadmintonan. Karena badminton itu harga diri Indonesia, kita berharap semua pemain bisa menjadi lebih jago dan menang di turnamen-turnamen yang lain. Indonesia! PROK PROK PROK PROK PROK!!!