Apa Jadinya Kalo Partai Kebelet Menang

partai-breakpos.com

Saya bukan seorang anggota, kader atau bahkan politisi partai tertentu. Tidak menjadi bagian partai bukan berarti saya anti partai. Hanya saja, dewasa ini  saya merasan heran dengan keberadaan partai di Indonesia. Pasalnya setiap partai selalu mengusung kepentingan rakyat, mulai dari sini apakah anda sudah mulai melihat adanya keganjilan. Jika anda jeli, anda akan mulai bertanya dalam pikiran anda “jika setiap kepentingan partai politik sama, kenapa partai politik mesti ada banyak?” Jika kepentingannya sama, tidak cukupkah satu partai politik saja? Mampukah kita yang awam ini menjawab pertanyaan dasar tersebut. Mari kita sama sama menjawab bahwa ada banyaknya partai politik mengindikasikan ada banyaknya kepentingan kepentingan lain!

Menjadi antipati kepada partai politik juga bukan solusi saat ini, karena ada banyak anak bangsa Indonesia yang berusaha memperbaiki negara ini melalui jalur partai politik. Hanya saja yang merusak negara ini lewat jalur partai politik juga lebih banyak. Jadi, mereka-mereka yang baiklah kewalahan menghadapinya. Atau bisa jadi mereka yang merusak hanya sedikit, karena meminjam istilah sunda “hiji ge maung” sehingga orang baik yang lemah dan kurang gizi pasti diterkam lawan politiknya. Meski rakyat bejibun jumlahnya kalo yang dihadapi senjata di balik satu orang saja, bisa musnah semua.

Tren tersebut memang sudah berlangsung sangat lama, dan sudah sangat banyak saya melihat kepentinga parpol tidak hanya soal rakyat. Ditambah perilaku hampir setiap partai politik selalu ingin menang. Wajar sih, siapa juga orang gila yang mau ikut dalam sebuah kompetisi tapi rela kalah. Tim futsal saya saja lebih memilih ribut dari panda kalah dalam bertanding. Hal sederhana dalam kehidupan rakyat ini sedikit mencerminkan prilaku para politisi di negara kita. Dia lebih memilih mejadi suporter bola anarki dengan melempari pemenang menggunakan botol air mineral dan batu-batuan yang dengan ajaibnya bisa ada di tribun penonton, ketimbang memberikan selamat pada pemenang. Mengawal kebijakan penguasa bukan hanya dengan kritik dan saran, tapi perang intrik, sindir-menyindir, sampai caci-maki di media sosial. Diperparah dengan pemegang kekuasaan yang juga anti kritik.

Paling ironi ada di kalangan akar rumput, kami masyarakat jadi ketiban sial, RW (Rukun Warga) beralih fungsi jadi (Ribut Warga), kawan jadi lawan, sedulur jadi ancur. Itu semua disebabkan contoh dari para pemimpin kita yang tidak dewasa dalam berpolitik. Apalagi khusus bagi warga Jawa barat yang sebentar lagi akan mengadakan hajat besar. Pemilihan kepala daerah akan menjadi arena bertempur bukan arena bekarya. Bahkan diperkirakan melebihi panasnya suhu politik  di Jakarta kemarin, antara si beriman dengan si kafir, yaitu isu antara si manusia dengan alien. Entah siapa yang akan dituduh sebagai alien. Saya sih berharap bukan Donald Trump, selain karena ia bukan warga Jabar, ia juga tak mungkin mengikuti pemilu di Jawa barat. Mending ngurusin Paman Sam

Untuk situasi yang mungkin akan memanas, aku menghimbau kepada siapa saja yang memiliki calon yang akan didukung, dukunglah calon anda tanpa harus menjelekan calon lain. Jangan berprinsip seperti istilah tetangga yang ini, “everything is fair in love and war”. Bukan sebuah kebanggaan jika menang dengan menghalalkan segala cara. Jadi, jika tidak menjadi pemenang pertama dalam sebuah kompetisi, jadilah pemenang kedua yang mengakui keunggulan pemenang pertama. Agar kami masyarakat ke banyakan bisa mencontoh sikap demikian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.