Sepakbola Maju bukan Hanya Tanggung Jawab Egy Maulana Vikri

74

Saya tidak benar-benar puas melihat Timnas U-19 berlaga di ajang piala AFF. Sederhana saja, kepuasan saya terhadap permainannya tidak bisa terukur semata hanya karena kemenangan besar terhadap Timans Filipina dan Brunei.

Timnas U-19 belum bisa diunggulkan menjadi juara, melihat pertemuannya dengan Vietnam yang begitu, aihhhhh geregaat coy. Meski Timnas Garuda lebih sering menguasai bola, hal itu tidak menjamin Timnas Vietnam untuk tidak bermain dengan pertahanan yang disiplin. Vietnam hanya perlu menunggu gelandang Timnas yang teledor untuk kemudian mengonfersi serangannya menjadi gol.

Timnas Indonesia terus menerus menguasai bola sembari dijaga ketat sejak di tengah lapang. Bagaimana Egy akan menerima umpan-umpan manja jika bola terus menerus bergulir di samping, belakang dan sesekali kedepan itu pun segera dipotong.

Lini serang Timnas di depan Vietnam benar-benar bertekuk lutut. Itu menandakan Vietnam sudah tau betul bahwa Indonesia tanpa (pergerakan) Egy tak ubahnya Liverpool tanpa Mo Salah. Wajar saja jika Vietnam tak akan membiarkan Egy menyentuh bola sedikit pun.

Harus diakui sebelumnya, timnas Indonesia memang sudah membuat masyarakat Indonesia bangga dengan menggasak pertahanan Filipina dengan skor yang cukup telak. Pun setelah dikalahkan Vietnam, Indonesia menunjukkan lagi taringnya di hadapan Brunei. Tapi apakah kita melihat permainan Filipina dan Brunei? Iya, lagi-lagi harus kita akui bahwa Indonesia sering kali melakukan tendangan LDR SLJJ, tapi apalah artinya jika pertahanan lawan yang sering kali banyak membuka ruang dengan atau tanpa disengaja.

Kita juga mesti memahami bahwa beberapa tahun terakhir, baik Filipina maupun Brunei prestasinya dalam cabang olah raga yang tren ini tidak segemilang Negeri Jiran atau si Gajah Putih. Mesti disadari bahwa Indonesia memang bermain bagus, tapi tidak di hadapan Vietnam atau mungkin saja Thailand.

Hari Rabu kemarin adalah momen dimana Indonesia menegaskan posisinya dalam kompetisi paling elit di Asia Tenggara dengan memastikan lolos ke babak semifinal sebagai juara grup yang diyakini akan berjumpa dengan satu dari 10 negara yang mewakili Asia Tenggara di kualifikasi Piala Dunia 2018 itu. Betul Thailand

Pertandingan Timnas melawan Brunei merupakan situasi yang deg-degan bagi para pendukung Timnas, bayangkan saja, Indonesia harus memasukan minimal delapan gol untuk bisa mengamankan posisinya menjadi runner-up. Pada akhihrnya Indonesia mampu memenuhi itu, dan memaksa Tuan Rumah beserta Vietnam harus baku hantam hidup dan mati.

Penampilan Indonesia di ajang AFF setiap tahunnya lagi-lagi membuat masyarakat harap-harap cemas. Bagaimana tidak? Sejak awal penyisihan grup, Timnas selalu menampilkan permainan apik sebelum retak di babak semi final atau grand final, hal itu tidak terjadi satu dua tahun, melainkan selalu istiqomah setiap tahunnya. Mudah-mudahan tahun ini tidak

Ada baiknya jika kita tidak melulu menyalahkan para pemain atau sang manajer. Adalah tepat jika kita mempertimbangkan kondisi liga beserta akademi dari setiap klub. Karena selagi akademi sepakbola tidak memiliki kompetisi yang ajeg dan hanya mengandalkan seleksi blusukan daerah. Timnas hanya akan menghasilkan pemain dengan bakat individu, bukan kolektifitas yang solid.

Patut dicontoh bagaimana dominasi Thailand di Asia Tenggara didapat bukan karena gunta ganti pelatih atau pimpinan lembaga sepakbola semacam PSSI-nya. Melainkan juga karena manajemen liga dan finansial klub yang cukup baik untuk bisa mendatangkan essien-essien lainnya. Sembari pemerintah mewajibkan setiap klub memiliki akademi dengan kualitas yang baik serta memfasilitasi kompetisinya.

Indonesia harus belajar jika hendak melangkah lebih jauh, karena sepakbola bukan hanya soal bakat, tapi sedari dini, semua unsur harus ikut andil. Itu pun jika kita semua sepakat melihat Timnas berada di podium tertinggi, jika tidak, ya sudah diam saja semua. Untuk bisa mencapai itu, para pemimpin harus mempertimbangkan kompetisi lokal, nasional sampai internasional di setiap usianya.

Semua tidak cukup hanya berkeinginan, harus benar-benar diniatkan, ditekadkan, dilakukan, sungguh-sungguh tidak setengah-setengah. Perbaiki dulu sektor yang wajib (Lapangan Pekerjaan) sebelum memperbaiki sektor yang sunnah (Sepakbola) jika yang punya “meja” dan “kursi” sudah melakukan itu, tidak dapat diragukan lagi Timnas akan disegani baik di Asean maupun di Asia.

Terakhir, keyakinan kita sebagai masyarakatnya tidak bisa lagi dibilang selemah-lemahnya keyakinan bila suatu saat Indonesia bertemu Thailand, Malaysia atau Vietnam. Bahkan empat tahun kedepan kita benar-benar sudah siap (Pemerintahnya, Supporternya dan terpenting Timnya) menjadi satu-satunya negara yang mewakili Asean di kasta tertinggi sepakbola. Ya apa lagi kalo bukan kompetisi yang diadakan empat tahun sekali itu. The Ukhrowi Cup Tu Tausen Tuwenti Tu.

Nilai kualitas konten