Berani Kau Injak Tanah, Tanggung Sendiri Akibatnya!

sawah-breakpos.com

“Katanya ekplorasi, tapi kok derita kami belum juga teratasi!” Rasanya ungkapan tersebut sangat relevan dengan kondisi bangsa yang sudah lebih dari tujuh puluh tahun merdeka. Sebuah usia yang tidak muda lagi untuk seorang manusia. Pemanfaatan sumber daya alam Indonesia nampaknya tidak berdakpak seluas negara tersebut. Negara kita memiliki emas sebesar gunung yang katanya mampu dipakai untuk membeli pulau sebesar negeri Paman Sam, tapi sampai hari ini masih saja berperang dengan angka kemiskinan yang juga belum meperlihatkan penurunan.

Negeri kita ibarat gadis cantik dengan hidung mancung penuh pesona membuat siapa saja yang melihatnya pasti bernafsu ingin memilikinya. Entah apa yang melatar-belakangi sang gadis memberikan hidungnya dimeja oprasi. Hingga kini tak mungkin lubang besar di hidungnya dapat diobati karena hasil oprasi tersebut malah membuat sang gadis terinfeksi virus Necrotizing Fasciitis. Sebuah virus pemakan daging manusia yang akan terus membuat lubang semakin menganga. Belum lagi rambutnya yang rimbun dan lebat dibakar habis entah mengapa, kasihan penghuni asli dalam rambut jadi kehilangan tempat tinggal dan sumber makanan. Rumah mereka digantikan rambut palsu yang katanya lebih indah dari rambut lebat asli miliknya.

Ekplorasi berubah menjadi eksploitasi. Bagaimana bisa memberi manfaat kepada manusia jika alam tempat kita hidup dimanfaatkan dengan cara yang tidak alami. Sawah adalah tempat menanam padi, kini beralih fungsi menjadi lahan menanam rumah. Sepertinya orang-orang sudah bosan menanak nasi. Kebutuhan akan prumahan tidak bisa dijadikan alasan untuk memberantas petani dan memberikan alternatif pekerjaan lain semisal pekerja bank atau pekerja kantoran.

Saya yakin masih ada banyak cara untuk menyiasati kebutuhan rumah dengan miminimalisir lahan untuk digunakan. Seperti membangun prumahan bergaya apartemen atau rumah susun yang menjulang kelangit. Dari panda harus mengorbankan sektor paling vital. Sedikit berita yang mengangkat orang saling membunuh karna faktor rumah tinggal. Tapi berapa puluh berita setiap hari yang bertemakan pembunuhan karena faktor kekurangan pangan.

Salah satu teman saya yang berasal dari Karawang, Jawa Barat yang nota bene kota tersebut dulu dikelilingi lautan sawah. Katanya kini dengan pasti telah berganti menjadi prumahan mewah, dimana rumah petani yang menjual sawahnya tak lebih bagus dari musola tua dikampungnya. Menuturkan cerita ayahnya yang begitu memilukan. Bagaimana tidak, bisnis jual beli lahan pesawahan digawangi perangkat desa sendiri yang seharusnya menjadi pelindung kaum tani yang enggan menjual sawahnya.

Bukannya menawarkan perlindungan mereka malah menebarkan riak riak ancaman kepada petani, mulai dari sawahnya tidak akan diberi aliran air, harga benih dibuat mahal, dan lain sebaginya. Membuat petani tak berdaya melawan keadaan dan terpaksa menjual sawahnya. Dari hasil penjualan tersebut petani juga harus memberi upeti puluhan sampai ratusan juta kepada penguasa desa.

Dibelahan Indonesia lainnya, alam diperlakukan tak kalah buruk. Indonesia menjadi salah satu tempat tujuan dari garapan film dokumenter berjudul “before the flood” karena kondisi alamnya yang menghawatirkan. Film yang dibintangi oleh Leonardo De Caprio berhasil mendapat banyak penghargaan dan berhasil menyelaraskan apa yang dikatakan oleh Al-Quran bahwa manusialah yang banyak menyebabkan kerusakan di muka bumi.

Jadi, alam dan manusia akan saling mempengaruhi. Jika salah satunya rusak, bisa merusak yang lainnya. Segala elemen dalam negeri harus sudah peduli dengan ini. Mulai dari pemerintah pusat sampai tingkat karangtaruna harus mencegah segala bentuk pengrusakan alam. Karena bagaimana bisa kita membangun sebuah bangsa yang besar di atas tanah yang tak bisa menumbuhkan apa-apa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.