Bicara Politik ala Anak-anak

KALEM.ID –Sudah menjadi rahasia umum kalau politik sering kali dihiasi pemanis mulut buatan oleh pelakunya. Pagi dele sore tempe, malamnya karak

 

“Dul, pilih angka favoritmu!” pinta Rois.

“Sudah…” jawab Abdul.

“Sekarang kalikan delapan!” lanjut Rois.

“Bentar… Sudah.” jawab Abdul.

“Terus bagi dua!”

“Sudah…”

“Tambah lima!”

“Sudah…”

“Sekarang kurangi empat kalinya angka favoritmu tadi!”

“Bentar… Sudah…”

“Hahaha, angka yang kau pikirkan sekarang adalah angka lima, benar, Kan?”

“Hahahaha, ada-ada aja…”

Dua anak itu, Abdul dan Rois, tampak sedang asyik bermain permainan angka. Keduanya sadar bahwa itu hanyalah permainan otak-atik angka. Berapapun angka favoritnya, hasil akhirnya pasti lima. Mereka tahu hal itu. Tapi mereka tetap menikmatinya. Seakan-akan yang mereka nikmati bukanlah permainannya, melainkan senda gurau yang mereka lakukan.

Kita seharusnya bisa seperti mereka, terlebih saat membicarakan politik. Sudah menjadi rahasia umum kalau politik sering kali dihiasi pemanis mulut buatan oleh pelakunya. Pagi dele sore tempe, malamnya karak. Gerak langkah politik seringkali tak terjangkau oleh kita yang awam. Naasnya kita sering kecewa dengan tokoh yang awalnya kita jagokan. Ketika kita sudah tahu hal yang seperti itu, seharusnya kita bisa berbicara politik ala permainannya Si Dul dan Rois tadi. Asyik berbicara politik tanpa harus mengangkat nada tinggi apa lagi mengacungkan kepalan. Politik bagi kita hanya bahan obrolan dengan teman sejawat. Tak lebih. Masalah pilihan kita tak seharusnya mengiklankan tokoh pilihan kita secara berlebihan. Akan sangat memalukan jika kita mengiklankan terlalu berlebihan dan ketika terpilih, harapan kita jatuh ke comberan. Toh, dalam dunia politik praktis, kita yang awam ini hanyalah pasar suara.

Kembali ke Abdul dan Rois, di samping keduanya terlihat Kang Di yang tersenyum mengejek. “Halah, permainan tipuan kayak gitu kok dimainkan pakek mikir segala” cemooh Kang Di.

Abdul dan Rois terdiam mendengar cemoohan Kang Di yang mengusik senda gurau mereka. Mungkin karena merasa sedikit tak terima, kini Abdul menoleh ke arah Kang Di sambil memasang wajah serius. “Kang, sekarang ini soal untuk njenengan. Tolong dijawab dalam hati. Saya akan tahu apa yang njenengan rasakan.” balas Abdul.

“Ok. Tanyakan apa yang kamu mau. Kang Di gak akan tertipu tipuan amatir seperti ini.” sumbar Kang Di.

Kini ganti Abdul yang tersenyum mengejek. “Gini, Kang. Bayangkan orang yang njenengan sukai. Bisa?” Abdul menanggapi sesumbaran Kang Di.

“Bisa dan sudah.” jawab Kang Di mantap.

“Sekarang bayangkan ia dinikahi orang lain dan njenengan diminta membawakan mauidloh hasanah di acara pernikahan mereka!” kata Abdul.

“Asseeem… Aku ketipu…” jawab Kang Di dongkol plus malu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.