Data Privasi Tidak Aman, Media Sosial Kita Terancam

KALEM.ID – “Kita mah apa atuh, hanya pengguna Facebook yang suka stalking mantan doang, tapi sangat jujur hatinya sehingga semua nama keluarga, kita isi dengan benar

 

Skandal Cambridge Analytica (CA) yang menggegerkan Negeri Paman Sam mengungkap sebuah platform terbesar yakni Facebook yang dituduh menjual data penggunanya. Bahkan tagar #deletefacebook menggema di udara Negeri itu. Menjadi pelajaran buat kita bahwa tidak ada yang benar-benar privasi di dunia maya, sebab nyatanya jebol dan justru bisa disalahgunakan juga.

Tetapi apakah Facebook benar-benar menjual? Jika ditelisik lebih dalam, padahal hakikatnya kitalah yang menyetujui data kita diberikan kepada Facebook. Mayoritas kita mungkin tidak akan mau membaca dan memahami saat awal-awal membuka atau membuat persetujuan, yang penting asal centang allow saja pada “term and condition”.

Sehingga pihak terkait diberi ruang mengakses data-data kita. Tak tanggung-tanggung data kita akan terbaca semuanya sehingga apa yang kita post, saudara yang kita tambahkan, selancar kita, minat kita di medsos bisa dilacak dan dikumpulkan datanya.

Untuk apa penjahat kelamin cyber ini mencari data-data kita? Jelas, nanti ujung-ujungnya adalah money. Mirip-mirip seperti Saracen. Namun, ini menyangkut data privasi sehingga bukan lagi berita hoax yang disebarkan, melainkan data-data kita akan menjadi komoditas yang potensial.

Bukan data kita tak penting, sehingga kita acuh saja menanggapi hal ini. Kebayang gak sih, jika seluruh pengguna Facebook di Indonesia bisa dikumpulkan datanya yang menyangkut asal-usul, minat, keluarga dan kebiasaan untuk nantinya data tersebut diperjualbelikan kepada pihak-pihak yang ingin membeli Indonesia?

Ini bisa jadi ancang-ancang kewaspadaan kita menyambut tahun politik 2019. Bagaimanapun nanti isu hoax, propaganda dan penyalahgunaan data sangat mungkin untuk menjadi alat politiknya.

Kita mah apa atuh, hanya pengguna Facebook yang suka stalking mantan doang, tapi sangat jujur hatinya sehingga semua nama keluarga, kita isi dengan benar. Bahkan alamat rumah dan nomor KTP kita berikan secara ikhlas dan gratis kepada media sosial. Baik banget kan kita, ya? Uhuhuhuu. Vekok emang kita neeehh …

Sebab data-data sudah terkumpul, maka pemetaan strategi dan propaganda akan lebih efektif -efisien, sehingga goalnya akan lebih kena dan kemungkinan berhasil akan lebih besar. Kita mungkin akan memahami mengapa Facebook menginginkan nama asli kita. Demikian juga saat registrasi kartu selluler yang katanya ditutup bulan Februari kemarin.

Tapi nyatanya, kartu-kartu baru masih bermunculan dan kartu yang tidak diregistrasi pun tidak berangsur-angsur mati. Sabar… Sabar… Akhirnya data kita ketahuan juga kok di media sosial. Tidak ada yang benar-benar privasi, kalau kepengin privasi gampang saja, hapus media sosial dan hidup tanpa media sosial. Silakan saja kalau bisa, saya sendiri gak bisa. Uhuhuhuhuu…

Edward Snowden Sang Bapak Whistleblower dunia pernah mengatakan bahwa Facebook adalah perusahaan penyadap. Menurutnya, keberhasilan rebranding perusahaan penyadap seperti Facebook ini membawa nama khas “media sosial” yang merupakan penipuan paling sukses dan besar sejak Ministry of War berhasil menjelma menjadi Ministry of Defense.

Sudah faham kan? Ternyata main Facebook itu ada bahayanya. Padahal menurut saya bukan hanya Facebook saja, sebab perusahaan media sosial apa pun pasti butuh uang juga. Dan Itulah ladang pekerjaannya, mereka menjual iklan, menjual barang, menjual minat dan kesukaan kita.

Tapi harus diakui bahwa menjual data pengguna adalah sebuah kesalahan besar yang nantinya lambat laun akan membuat masyarakat gak respect lagi dengan media sosial tersebut. Facebook sudah ketahuan, media sosial lain mungkin tinggal kita tunggu jadwal ketahuannya. Uhuhuhuu… aku ingin kembali ke jaman batu, ponsel dirubah menjadi wungkal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.