Saat ini dunia telah terpisah. Dunia Indah bagi mereka yang memiliki kelebihan. Dunia Kelam bagi mereka yang tidak punya sesuatu untuk bisa dibanggakan. Indah bagai surga di akhirat yang selalu Tuhan janjikan.
Dunia yang penuh dengan keseimbangan antar komponen kehidupan. Mesin-mesin canggih tingkat tinggi yang sangat pintar, taman-taman hijau terjadi dengan sendirinya hasil dari rekayasa genetik, sumber pangan yang cukup disertai cuaca yang selalu terjaga hasil kerja keras para ahli, dan masih banyak lagi. Dunia seindah ini hanya bisa ditinggali oleh orang-orang dengan keahlian tinggi, keharusan hidup bersahaja menuntut agar warganya pun bisa memberikan kontribusi, sehingga kehidupan indah selalu berjalan, sedang mereka yang tidak bisa mengikutinya akan terbuang dengan sendirinya oleh proses alam.
Sedangkan dunia Kelam terasa sangat penat, sumberdaya alam yang tidak memenuhi, sumber pangan tidak memadai, bahkan cuaca ekstrim selalu terjadi dan tidak bisa diprediksi, kelaparan dan kematian merajalela ditelan zaman. Pertikaian akibat kelaparan akan bahan pangan terjadi setiap waktunya, tidak ada yang peduli, tidak ada yang mengatur, semua bercampur aduk menghilangkan keteraturan. Lebih baik dunia ini tidak ada.
***
“Nan, sudahkah kamu mengecek ulang baling pengatur uap?” pertanyaan itu membuyarkan lamunanku.
“Oh Tuan Hillar, sudah aku lakukan. Semua baik-baik saja. Ya walaupun ada kerusakan sedikit,”
“Baiklah tak apa, Nan. Emm pemberontak-pemberontak itu selalu saja membuat masalah. Merepotkan!” Tuan Hillar berlalu menuju lantai dasar. Segera kulaksanakan tugasku untuk terus mengecek balik uap.
“Mereka bukan pemberontak Tuan, mereka adalah orang-orang yang berteriak menuntut keadilan Dunia saat ini,” Keluhku dalam hati.
Semalam baru saja terjadi keributan yang hampir mengganggu waktu tidurku. Orang-orang dari dunia kelam kembali melakukan pemberontakan. Kini mereka menyerang bagian paling vital dari tebing raksasa pembatas ini. ruang baling uap. Ruang ini sangat penting untuk dijaga, karena dari sinilah cuaca di dalam tabung akan terjaga keseimbangannya.
Detik ini aku termenung diperbatasan. Langit biru dengan awan seputih kapas tepat memayungiku. Tugasku hari ini tetap sama, menjaga perbatasan agar tidak ada yang melewatinya, bahkan meninggalkan Kota Damai nan tentram hanya untuk sekedar bermain di Kota Rapuh.
Di Kota Damai selalu ada pembagian tugas tiap individunya. Pembagian tugas ini disesuaikan dengan keahlian masing-masing anggota Kota. Para ahli kedokteran bertugas di daerah rumah sakit, ahli lingkungan akan tersebar di penjuru perbatasan, ahli perekonomian akan sibuk dengan permasalahan bursa efek tiap detiknya. Aku menjadi salah satu bagian dari pada ahli lingkungan. Merekayasa lingkungan agar tetap terjaga, menjadi tugas kami. Saat ini aku bertugas diperbatasan untuk merekayasa uap udara. Uap yang akhirnya bisa menjadi cadangan oksigen di dalam tabung besar ini.
Kota Damai ini terjaga di dalam sebuah tabung berbentuk kapsul. Karena itu kota ini menjadi mudah untuk direkayasa, dan juga rentan akan serangan dari luar. Serangan itu tidak lain tidak bukan adalah serangan dari warga luar atau warga Kota Rapuh. Mereka selalu meminta keadilan dan memaksa masuk ke dalam kapsul canggih ini. Ini menjadi hal yang lumrah, maka saat ini tak heran bila gerbang utama kapsul Kota Damai selalu dipenuhi para pemberontak. Detik ini dengan jelas aku melihat berapa banyak orang yang sibuk mempertahankan hidup, sedangkan orang-orang lain tidak peduli akan kejayaannya, karena yang ada di otak mereka hanyalah teori-teori ilmiah yang menghilangkan teori kemanusiaan.
Kadang aku sempat berfikir, kenapa saat ini ada pembatasan dua ‘Dunia’. Padahal hakikatnya Tuhan memberikan kemampuan dan kesempatan yang sama kepada masing-masing manusia. Tapi mengapa sejak aku lahir saat ini kami telah dipisahkan menjadi dua dunia seperti ini? apa yang telah nenek moyang kami lakukan sehingga saat ini kami terbedakan menjadi dua? aku harus mencari tahu, ada apa dengan tahun 2099 ini.
Pagi ini aku berniat hendak pergi ke perpustakaan terbesar di Kota Damai. Aku harus bisa menemukan buku-buku sejarah kehidupan Dunia, agar aku bisa tahu mengapa perbedaan ini terjadi saat ini. Agar aku bisa mengubah perbedaan ini menjadi persamaan, yang akhirnya semua manusia bisa hidup di satu tempat yang di sana semuanya merasakan kebahagiaan, karena nuraniku selalu berbisik bahwasanya perbedaan ini tak adil, membiarkan mereka yang sama-sama ciptaan Tuhan terlantar tak berdaya sedangkan manusia sepertiku dan orang-orang yang hidup di Kota Damai dapat menikmati segala kenikmatannya.
Tibalah aku di perpustakaan terbesar Kota ini. Segera ku langkahkan kaki menuju deretan rak-rak buku sejarah. Langsung ku bisikan permintaanku pada cerobong pintar perpustakaan di setiap rak buku. Cerobong ini berfungsi untuk menemukan dan memberikan buku jenis apapun yang diminta. Ku bisikan kata “Sejarah Peradaban Dunia”. Hal yang sangat mengejutkan terjadi padaku saat ini. Tak ada banyak buku yang aku dapat, hanya ada satu buku tua dengan tebal halaman lebih dari buku paling tebal manapun yang pernah aku miliki. Judulnya pun cukup aneh, “Berawal dari abad ke-21”.
Kubuka tiap-tiap lembar buku itu, deretan kata dan gambar banyak terpampang di dalamnya. Gambar-gambar ini cukup mengerikan bagiku, karena gambar-gambarnya merangkai setiap kejadian penting dalam sejarah Dunia. Hatiku sesak dibuatnya, di tengah-tengah aku sibuk melihat gambar-gambar yang tersusun itu, ada suara berat yang mengejutkanku,
“Nanda Knowingall, apa yang kau lakukan di sini, Nak?,”
“Hai Prof. Alberto! Aku hendak mencari buku yang memiliki cerita sejarah peradaban Dunia. Aku ingin tahu mengapa Dunia saat ini terbedakan menjadi dua?,” Ku lengkingkan senyum simpul di akhir sapaanku kepada Prof itu, dia guruku di kelas ilmu lingkungan dasar.
“Begitu unik dan hebatnya dirimu nak, belum pernah ada anak seusiamu yang berani mencari tahu tentang sejarah Dunia ini, maka karena itulah, kamu adalah anak dengan bakat spesial,” Prof menepuk-nepuk pundakku sambil mengajakku untuk berpindah tempat dari sekitar rak-rak buku ini menuju ruang baca.
Tapi ini aneh, ruang baca yang dituju bukanlah ruang baca biasa! Ini ruang baca yang biasa digunakan para Profesor Dunia untuk meramu dan mengkaji segala jenis ilmu-ilmu baru.
“ Mungkin memang karena saat ini aku bersama dengan salah satu Profesor terbaik di kotaku,” hiburku menenangkan hati, yang sedari tadi bingung akan semua kejadian aneh hari ini.
Sesampainya di ruang baca, Profesor mengajakku untuk duduk tepat disampingnya. Buku sejarah yang tadi aku genggam pun dimintanya.
“Akan aku jelaskan padamu nak, mengapa dunia ini terpisah antara Kota Damai dan Kota Rapuh,” ucapnya membuka pembicaraan disertai membuka lembaran buku. Satu demi satu yang akhirnya sampai di halaman yang menunjukkan sebuah tabel.
“Tabel apa itu Prof?,” Tanyaku tak sabar.
“Ini adalah tabel perkembangan Dunia secara garis besar, Nan. Didalamnya ada beberapa peristiwa penting terjadi dalam kurun waktu 100 tahun yang lalu,” Jelas singkat Profesor.
“Tepat pada tahun 2000-2040 manusia memiliki perkembangan teknologi yang terus berkembang. Dunia ini terdiri dari berbagai jenis Negara. Tiap-tiap Negara menunjukkan keunggulannya dari segi teknologi maupun sosial budaya. Namun tidak disertai dengan keunggulan individunya. Sehingga di tahun 2045 sebuah generasi yang disebut generasi emas menjadi pengubah segalanya. Peningkatan kualitas hidup tiap individu sehingga segala aspek terpenuhi, dan kemajuan peradaban pun dimulai, namun tidak berlangsung lama, sekitar tahun 2060 terjadi bencana alam terbesar yang tidak pernah terperediksi para ahli lingkungan. Perubahan drastis lingkungan sehingga menghabiskan hampir setengah dari jumlah manusia di permukaan Bumi. Bumi menjadi gersang, sumber daya alam semakin menipis dan tidak bertambah, kelaparan dan penyakit pun ada dimana-mana. Tahun 2080 manusia mulai memperbaiki dan meningkatkan kembali kualitas hidup. namun ada golongan-golongan tertentu yang tidak mau diajak berkompromi membangun suatu Negeri, maka petinggi-petinggi Negara pun memutuskan bahwa golongan-golongan dibagi menjadi dua kelompok, ya seperti yang kita alami sekarang, semua hal ini dilakukan agar kelangsungan hidup tetap terjaga dan tidak ada masalah lagi terhadap sifat-sifat individu yang tidak bisa berkontribusi,” Panjang lebar aku mendengarkan Profesor bercerita.
Kini semua pertanyaanku terungkap, dan kini bukan saatnya hanya memikirkan persamaan derajat, tapi bagaimana caranya agar orang-orang yang ada di Kota Rapuh bisa bangkit dan berkontribusi bersama-sama dengan orang-orang di Kota Damai. Dan aku yang akan menjadi salah satu agen perubahan itu.