Selain Nabi Adam as., semua manusia pasti punya ibu. Orang yang melahirkan, begitu definisi sederhananya. Namun, seiring berjalan waktu, saat manusia tak hanya beranak pinak lewat rahimnya tapi juga melalui rahim orang lain—semisal bayi tabung atau adopsi—maka kriteria ibu meluas dari makna sebelumnya. Hakikat ibu tak lagi sebatas melahirkan tak lagi sebatas hubungan biologis. Makna ibu kian bergeser menuju nilainya yang begitu mulia bagi setiap insan, ibu adalah yang membimbing dan menyayangimu selagi kecil.
Dalam kitab suci umat islam terdapat ayat tentang ini, selepas Tuhan membahas tentang larangan untuk menyekutukan-Nya dalam awal surat Al-Isrâ, Ia melanjutkannya dengan seruan untuk berbuat baik pada kedua orang tua, merendahkan suara dan hanya mengucapkan yang baik pada keduanya terlebih jika keduanya sampai tua renta dalam pengurusan kita sebagai bentuk bakti terhadap orangtua. Bahkan mengucap kata “ah” pada keduanya saja Ia larang.
Saking pentingnya perkara bakti pada orang tua, Tuhan sendiri yang mendikte bagaimana sebaiknya kita mendoakan keduanya. Dalam ayat 24 masih dalam surat yang sama. Yang artinya
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil“.
Dalam doa yang kita popular megucapkannya atas tuntunan kanjeng Nabi Muḥammad saw. diberi imbuhan “ wahai Tuhanku, ampunilah dosaku dan dosa kedua orangtua ku,” dan seterusnya dilanjutkan oleh ayat 24 surat Al-Isrâ diatas.
Jika kita hendak teliti dalam membaca makna ayat diatas, mestinya kita tidak mengabaikan sebuah persamaan diatas. Dalam ayat itu disebut “kasihanilah mereka sebagaimana mereka telah mendidikku,” yang dalam logika bahasa, jika sesuatu menjadi pembanding dari kata sebelumnya berarti keduanya memliki kesamaan atau setidaknya kemiripan.
Misalnya saya hendak berterimakasih atas kebaikan seseorang lantas mengatakan “saya akan beri uang sebagaimana anda telah memberi saya makan.” Disini dapat dipahami bahwa uang yang saya berikan adalah sebagai balasan atas makanan yang saya terima itu. Persamaannya adalah nilai uang dan harga makanan tentunya. Lantas untuk persamaan kasihanilah dan mendidik apa yang menjadi nilainya?
Kata kasihani diatas bukanlah frasa yang biasa dimaksudkan untuk mengasihani pengemis. kata yang digunakan adalah arḥamhumâ. Humâ adalah ḍamir atau kata ganti untuk menyebut “keduanya”. Sedangkan, arḥam adalah fi’il ‘amr atau dalam bahasa Indonesia adalah kata kerja yang berasal dari rahîm, yakni kasih sayang. Maka untuk frasa yang pertama berarti kasih sayang.
Untuk padanannya dalam logika ayat diatas yang digunakan adalah rabbayânî. Nî adalah ḍamir atau kata ganti untuk aku. Sedangkan rabba dari kata yarbu-tarbawî. Akar kata yang sama dengan kata mendidik dalam bahasa arab. Begitupun dengan kata rabb yang artinya Tuhan dalam arti pengayom.
Dapat kita lihat bahwa diantara keduanya terdapat kasih sayang sebagai persamaannya. Sebagai pengganti orangtua telah menyayangi kita saat mendidik kita sewaktu kecil, Tuhan menyuruh kita untuk mendoakannya agar dikasih sayangi oleh Tuhan. Kasih sayang Tuhan adalah anugrah terbesar bagi makhluk tentunya.
Maka dari itu penghormatan terhadap orang tua mestilah kita junjung. Kadangkala kesombongan saat merasa lebih pintar dibanding orang tua membuat kita mengendurkan saraf hormat kita pada keduanya. Apalah kita jadinya jika sejak kecil tidak diajari membaca dan menulis? Adakah kita yang sekarang sudah kuliah ini bisa masuk ke perguruan negeri jika sejak kecil orangtua kita tidak dengan sayang dan sabar mengajarkan membaca kepada kita? Nampaknya sulit.
Teruntuk ibuku, Erlin Nurlina namanya, kasih sayang Tuhan semoga selalu menyepuh hari-harimu, membawa ketenangan di setiap hembusan nafas, ketenangan dalam hati ketenangan dalam fikiran ketenangan dalam setiap menjalani hari. Aku beserta kakak dan adikku yang keduanya laki-laki akan menjadi tamengmu agar terjauh dari api neraka. “3 anak laki-laki,” begitu kata kanjeng Nabi Muḥammad saw. ” akan menjadi bentengmu dari api neraka.”
Tak berhenti disitu, semoga kami bertiga diterima shalehnya oleh Allah agar bisa memudahkanmu di hari penghakiman agar doa kami untuk keselamatan mu di dunia dan akhirat menjadi pengabulan-Nya, memastikan tempatmu berpulang kelak di akhirat adalah rahmat-Nya yang berupa Surga. Sulitmu mengurus kami bertiga anak laki-laki, dengan segala kesabaran dan ketulusan pastilah pahala besar disisi-Nya. Tuhan mengasihimu wahai ibu.