KALEM.ID – “Secara tidak langsung mencabut beasiswa karena alasan pindah agama adalah termasuk kategori pemaksaan dalam beragama”
Mendengar kabar seorang mahasiswi yang beasiswanya dicabut karena alasan pindah agama, kok atiku rasane loro, nyawang koe rabi karo wong … eh efek dangdut. Sebab terlepas dari pindah ke agama apa mahasiswi itu, menurut saya ada semacam pelanggaran prinsip yang dilakukan oleh si pemberi beasiswa.
Kabarnya, beasiswa itu diberikan oleh pemerintah daerah, secara jika menggunakan istilah pemerintah, ada sebuah prinsip yang sudah disepakati bersama dan harus dilaksanakan dari tingkat paling tinggi sampai ke ruang lingkup pemerintahan paling bawah semisal RT/RW. Tiada bukan prinsip yang dimaksud adalah Pancasila.
Debat kusir agama menjadi sangat sensitif bahkan lebih sensitif dari persoalan korupsi, dimana pada dasarnya memang keyakinan akan melampaui segala-galanya. Bahkan Falsafah Negara Indonesia nomer satu adalah menyangkut hal-ihwal keyakinan, Ketuhanan Yang Maha Esa. Kurang agamis gimana Indonesia ini, tetap saja dilabeli negara sekuler.
Seharusnya jika sudah begitu jelas Pancasila berkata bahwa beasiswa bukan untuk orang dengan keyakinan tertentu. Maka, setingkat pemerintah daerah seharusnya malu, karena uang beasiswa tak seluruhnya bersumber dari umat agama tertentu. Kalau prinsip dasar negara saja intinya mempersilahkan siapa saja untuk pintar, masa ini Pemda melarang orang mau belajar.
Lagian juga kenapa sih memangnya kalau ada penerima beasiswa yang pindah agama? Apa kemudian penerima beasiswa tersebut akan auto-malas belajar, auto-idiot atau auto-sedeng atau bahkan auto-tak berguna? Alasan mencabut beasiswa karena pindah agama memang merupakan bagian dari egoisnya kita dalam beragama. Bahwa seakan-akan keyakinan kita yang sedang dipeluk ini adalah seperangkat ajaran yang menganjurkan kita untuk menyelamatkan orang dengan cara memaksa.
Saya sendiri adalah seorang muslim, dan sedikitnya tahu bahwa Islam berbicara “Laa iqraha fid diin” tak ada paksaan dalam beragama. Entah bagaimana dalam konsep agama lain, tapi saya yakin bahwa agama apa pun itu tak ada yang menganjurkan umatnya untuk melakukan pemaksaan. Jika misalnya memaksa seseorang untuk duduk saja dilarang, bagaimana hukumnya memaksa seseorang untuk memilih keyakinannya?
Secara tidak langsung memang kebijakan konyol Pemda yang mencabut beasiswa karena alasan pindah agama adalah termasuk kategori pemaksaan dalam beragama. Dalam dunia beasiswa khususnya beasiswa negara, setidaknya ada syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi agar seseorang bisa mendapatkannya, sekurang-kurangnya jika beasiswa dari pemerintah daerah, penerima harus berdomisili di daerah tersebut, kedua mempunyai riwayat nilai yang baik dan tentunya lulus tes.
Kalau sudah dipenuhi semua syaratnya, dan dinyatakan sah sebagai penerima, maka sudah menjadi haknya beasiswa tersebut, selagi tak melanggar ketentuan dalam hal akademis. Pada saat itu pula hak beasiswa berubah menjadi hak dasar karena merangkap dengan hak mengenyam pendidikan. Sehingga ketika ada yang tiba-tiba melarangnya belajar (dengan mencabut biaya pendidikannya) karena perkara yang bukan bersifat akademik, maka sama saja tindakan itu adalah pelanggaran HAM.
Kesal boleh, tapi please jangan kvlk deh. Perkara agama semua orang tahu bahwa meski ada konsep jamaah atau perkumpulan, beragama mesti juga mau tak mau melibatkan cara dan pandangan personal dalam melakukan komunikasinya dengan Tuhan. Hati nurani itulah yang memiliki peran dalam memutuskan pilihan. Sedang tak ada yang tahu kata hati seseorang selain dirinya sendiri dan Tuhan.
Mendengar bahwa seseorang pindah agama memang menyakitkan bagi keluarga, teman atau bahkan yang bukan siapa-siapa orang tersebut. Tapi yang lebih menyakitkan adalah menanam anggapan bahwa rasa sakit itu muncul karena menganggap keyakinan barunya itu salah.
Jadi, andai kata anda ingin mencabut beasiswa dari seseorang yang pindah agama, boleh saja silahkan, asal bikin negara sendiri. Lah kalo duit situ sih boleh, ini duit situ juga bukan, hidup di negara dengan masyarakat majemuk tapi maunya pinter sendiri. Kalau Alm. Cak Rusdi bilang: Anda ini merasa paling pintar padahal bodoh saja tak punya.
Kalau kasus pindah agama saja dicabut beasiswa, bagaimana jika kamu aku lamar besok, jam setengah dua?