Di beberapa tempat, jenazah yang meninggal akibat terinfeksi Covid-19 ditolak dikubur di daerah asalnya. Beberapa warga sampai memblokir jalan guna menghadang ambulan yang membawa jenazah. Tak elak, keributan pun terjadi antara pihak medis yang menyertai jenazah dengan warga. Sampai beberapa pejabat pemerintah turun tangan untuk menyelesaikan kegaduhan tersebut.
Di tengah suasana yang masih belum kondusif, masih banyak beredar informasi yang menyesatkan (hoaks) mengenai virus Covid-19. Khususnya info yang beredar di grup-grup “Whats App” kita. Tentara Allah lah, senjata biologis lah, pemusnahan masal lah, perang antar galaksi lah, Spong Bob versus Patrick lah, dan lainnya.
Kabar-kabar yang tidak jelas asal usul dan kebenarannya ini dikonsumsi oleh kita, khususnya masyarakat awam secara mentah. Ditambah masifnya pemberitaan pandemi Corona ini di berbagai media, maka kabar-kabar itu kemudian masuk ke dalam pikiran kita, dan mengendap ke alam bawah sadar, lalu menjelma menjadi kepanikan dan kecemasan yang berlebihan.
Orang yang emosinya tidak stabil (panik/cemas), sukar menerima kebenaran. Logikanya mandeg untuk mencerna informasi yang benar, bahkan ketika informasi tersebut keluar dari mulut orang yang ahli di bidangnya. Dia menjadi egois. Bahkan menyebarkan keegoisannya pada orang lain. Kemudian, mereka bersama-sama melakukan tindakan yang tidak masuk akal (kejam, atau dalam bahasa Cinta dalam AADC 2 “Jahat”).
Saya kira, itulah runtutan hal yang menyebabkan peristiwa ditolaknya jenazah Covid-19. Masyarakat terlalu panik. Meskipun mungkin mereka sudah mendapat penjelasan bahwa jenazah Covid-19 tidak akan menularkan virus asalkan langsung dikubur tanpa membuka pelastik pembungkusnya, akal mereka tidak menerima itu.
Tidak cukup dari medis, informasi mengenai penanganan jenazah Covid-19 ini pun telah dikeluarkan oleh MUI, lembaga yang banyak menjadi rujukan permasalahan keagamaan di Indonesia. Begitu juga dengan ormas keislaman seperti NU dan Muhammadiyah. Tapi kebodohan sudah terlalu besar, menghalangi sinar kebenaran.
Padahal jenazah yang meninggal itu adalah orang dari daerah tempat mereka tinggal. Bisa jadi jenazah itu adalah tetangganya, sahabatnya, kenalannya yang mungkin ketika masih hidup pernah membantu mereka.
Selain dari terhalangnya pikiran, mereka juga tidak peka terhadap keluarga jenazah. Saya membayangkan betapa sedihnya keluarga jenazah itu yang tidak bertemu ketika jenazah itu masih hidup dan diisolasi di rumah sakit. Keluarga jenazah itu juga tidak bisa mendampingi di saat-saat jenazah itu menghembuskan nafas terakhir. Bahkan mereka tidak diperkenankan mengurusi, memandikan, membungkus, menyolati dan menguburkan jenazah itu layaknya jenazah yang meninggal biasa. Lalu ketika mereka berharap kuburan jenazah itu dekat dengan rumah agar mudah diziarahi, masyarakat di daerahnya malah menolak. Sungguh terlalu.
Virus Covid-19 ini memang berbahaya karena penyebarannya yang sangat mudah dan cepat. Tapi kepanikan dan cara berpikir masyarakat yang pendek ini lebih berbahaya karena akan menciptakan stigma negatif kepada orang yang terinfeksi virus Covid-19.
Jadi, sebenarnya kita sedang berperang dengan virus atau kebodohan?