KALEM.ID – “Mendiamkan masalah yang besar jauh lebih baik dari pada menciptakan masalah meski kecil.”
Masih ingat dengan mbak-mbak tempo hari yang membatalkan order ojek online karena alasan drivernya jelek? Hehe hari sabtu kemarin mbaknya bikin klarifikasi loh. Dan klarifikasi yang dibuatnya itu semakin menunjukkan bahwa mbaknya benar-benar kurang piknik. Gimana enggak, klarifikasinya itu malah tidak mendinginkan, justru cenderung bar-bar dan seolah membela diri karena ingin dipandang pintar.
Berkaitan dengan klarifikasinya itu, aku mau menyampaikan beberapa kritik yang mudah-mudahan ini positif. Sebetulnya jujur aku males banget menanggapi mbak-mbak tersebut, selain dirasa tidak penting juga akan buang-buang waktu juga. Tapi, itung-itung mengisi waktu di perjalanan menuju tempat kerjaan kan boleh dong dari pada bengong.
Berikut adalah klarifikasi mbak yang terhormat setelah saya salin dari kumparan.com :
“Di sini saya akan memberi tanggapan terhadap netizen-netizen yang kurang pintar, terutama akun-akun yang kurang cerdas dalam mem-posting video. Jadi, saya dengar tadi ada beberapa driver grab yang datang untuk mencari saya dan teman-teman. Untuk apa? Apa tujuannya? Mau pukul kita? Mau kita minta maaf? Mau kita klarifikasi? Haha sangat konyol sekali. Apa hak mereka mau hakimi seseorang? Atas dasar apa? Salah (jika) cancel pesanan karena orangnya jelek? Suka-suka lah. Kalau ndak suka, hilangkan tombol CANCEL di grab. Its simple, ini penilaian obyektif masing-masing orang,”
Belum apa-apa udah bilang netizen kurang pintar. Terus bilang akun yang posting videonya juga kurang cerdas. Jadi, diksi yang dipakai mau pintar atau cerdas nih? Hmmm. Oke, katanya dia tuh denger kabar angin bahwa ia dan teman-temannya yang ada di video itu bakal disamperin sama para driver ojol. Tapi belum apa-apa udah geer aja bahwa dia mau dipukul, ya ampun mbak, kabarnya aja belum tentu benar, eh mbak udah bisa nebak kemana jalan ceritanya, mungkin mbak punya indra ke-enam ya?
Dari awalan klarifikasinya saja kita bisa menilai, satu, mbaknya langsung nge-gas. Dua, mbaknya berburuk sangka kepada sesuatu yang bahkan belum tentu kebenarannya dan sesuatu yang tidak dikenal. Sesuai pembuka tadi saya akan mengambil nilai-nilai yang bisa jadi pelajaran buat kita bahwa, kalau apa-apa coba dihadapi dengan hati yang tenang, kalem gitu, dingin biar gak nge-gas. Biasakan juga berbaik sangka terlebih dulu, siapa tau dengan prasangka yang baik itu, hari-hari kita juga penuh kebahagiaan.
Trus juga mbaknya bilang kalo dia tuh berhak membatalkan driver dengan alasan orangnya jelek. Dan mengusulkan agar menghilangkan tombol cancel di aplikasi tersebut bila netizen tidak setuju dengan haknya (begitu kurang lebih maksud kalimatnya). Ini sih namanya gak relevan sayangku, orang-orang atau yang mbak sebut netizen kurang pintar itu geram bukan karena di aplikasi ada tombol cancel-nya. Paham kan maksudku? Jadi, gak ada kaitannya sama tombol cancel, dan lagipula mbaknya kenapa sih marah-marah?
“Itu pilihan obyektif seseorang mau mau pilih driver-nya yang ganteng lah, motornya yang bagus lah, saya kan konsumen. Kalian mau apa? Hak saya pilih driver yang mana yang cocok untuk saya. Motornya bagus ke, bersih ke, orang ganteng ke, yaa suka-suka saya. Saya kan konsumen, (sementara) Anda (driver ojol) penyedia jasa. Suka-suka saya pilih yang terbaik buat saya. Yaa di mana-mana konsumen cari yang terbaik lah, terlebih saya kan anak ekonomi. Intinya ya itu. Jadi, tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan driver grab bike itu sangat penting.”
Aku perbaiki satu hal ya mbak, penggunaan kata objektif itu maksudnya kaya semisal gini : “kita ini harus objektif dalam menilai calon presiden, jangan mentang-mentang paslon nomor 1 itu saudaramu jadi kamu menilainya berat sebelah.” Kalo objektif, titik tekannya kepada objek dalam hal ini abang drivernya, subjeknya mbak. Nah, karena hal yang dikedepankan adalah ‘sikap’ mbak menilai objek, maka itu namanya subjektif, karena pilihan itu memang tergantung si pemilih alias subjek. Oke cantik?
Oh jadi mbaknya anak ekonomi, salam kenal ya, kalo boleh tau semester berapa? Aku sarankan juga mbak lebih banyak mempelajari praktik ekonomi start up, biar tau bahwa antara perusahaan ojol dengan driver itu bermitra. Jadi, kalo misal ada yang keberatan soal pelayanan, mbak bukan protes ke drivernya. Which is, dalam hal ini penyedia jasa adalah perusahaan.
Iya kok iya, aku juga setuju penilaian subjektif itu perlu, konsumen itu punya tingkat selera. Jadi kalo mbak merasa itu adalah hak mbak, yasudah aku urung menjelaskan kaitan antara kegantengan dengan cara mengemudi yang baik dan benar.
Aku juga pernah kok mbak membatalkan order ojol, literally mbak gak sendirian. Tapi jujur aku membatalkannya dengan alasan yang sudah disediakan oleh perusahaan ojol tersebut, seperti : posisi drivernya jauh, sayanya buru-buru atau drivernya gak menanggapi. Itu kan jauh lebih menghargai hasil riset ketimbang membatalkan order karena bentuk wajah.
“Jadi, saya harap Anda berpikir dengan baik dan cerna semuanya saya mau bilang JELEK ke, GANTENG ke, itu hak setiap orang untuk BERKOMENTAR. Dan, yang paling penting di situ, saya tidak menyebutkan nama dan menampilkan foto, serta sama sekali tidak menghina profesi (driver ojol). Saya sebenarnya merasa konyol dengan hal ini karena hanya gara-gara itu langsung viral seperti ini yah. Kan tidak logis, sedangkan masalah yang jauh lebih besar dari ini didiamkan saja. Haha welcome to +62,”
Kata mbaknya masalah yang jauh lebih besar didiamkan saja. Kata siapa mbak? Mana datanya? Meskipun memang negara ini merupakan negara +62 atau biasa juga disebut berflower. Tapi masih banyak kok permasalahan besar yang tidak didiamkan, mereka yang dirampas tanahnya oleh perusahaan tambang justru setiap hari melawan, berdemonstrasi. Mereka yang merasa diperlakukan kasar secara seksual juga sekarang sudah mulai berani speak up. Masalah-masalah HAM juga sampai saat ini masih diperjuangkan dalam bentuk aksi kamisan.
Mendiamkan masalah yang besar lebih baik dari pada menciptakan masalah meski kecil. Aku tahu kok bagi mbak membatalkan order driver dengan alasan tidak rupawan memang bukan masalah, tetapi bagi drivernya hal itu mungkin sulit sekali dipahami. Karena satu-satunya alasan kenapa mereka mau jadi driver adalah karena kemampuan mengemudinya, bukan rupanya.
Kesalahan mbak tuh sebetulnya cuma satu, mbak merekam pernyataan itu, terlepas disebarkannya oleh siapa. Apakah itu bukan masalah? Kalo bukan, mengapa banyak tanggapan negatif?
“Yang jelas-jelas cancel grab itu hal biasa dan mengatakan orang jelek itu lebih biasa. Realistis saja lah. Jangan munafik. Kita tidak takut sama sekali dan tidak akan pernah meminta maaf karena karena kami sama sekali tidak salah,”
Semua hal pasti punya sebab akibat, cancle order memang biasa jika … dengan alasan yang masuk akal, sekarang aku tanya, kenapa video mbak jadi viral? Justru karena aneh dan gak masuk akal kan? Itulah kenapa cancel orderan mbak bukan suatu hal yang lumrah apalagi direkam dan diupload, biar apa coba? Terus mbak bilang mengatakan orang jelek juga lebih biasa, kalo memang begitu, saya tantang mbak bilang ke dosen mbak, “Bapak wajahnya jelek, aku jijik!” dan berlalu seakan tak ada masalah, lalu jangan minta maaf. Its simple