Terhalang Hari

42

KALEM.ID – Kisah tentang seseorang yang menerima telepon dari peminta tanda tangan. Ceritanya asik

 

“Tululit tululit. Tululit tululit…” Dering HP itu menghiasi suasana pagi itu.

“Assalaamu’alaikum, halo…” Jawab si pemilik HP setelah menekan tombol terima.

“Wa’alaikumussalaam, Pak Dewan. Halo, ini saya. Yang dari perusahaan A kemarin. Gimana teken kontraknya? Hari Minggu bisa, ya?” Jawab seseorang di ujung sana.

“Oh ya, bisa, Pak. Tapi jangan hari Minggu. Itu hari lahir saya. Saya gak mau menerima suap di hari itu…” Jawab si pemilik HP.

“Oh, gitu. Kalau Senin gimana?”

“Wah maaf, Senin itu hari lahir Nabi Muhammad. Saya gak mau melakukan dosa di hari itu.”

“Kalau Selasa?”

“Selasa hari lahir istri saya. Saya gak mau, Pak.”

“Rabu deh kalau gitu!”

“Wah, Pak. Rabu itu hari bagus untuk memulai hal bagus. Suap gak termasuk hal bagus…”

“Waduh, Pak. Kamis deh kalau gitu. Kamis depan.”

“Wah, Pak. Kamis itu hari pelaporan amal selama seminggu. Saya gak mau amal saya selama seminggu ditutup dengan dosa…”

“Kalau Jum’at?”

“Jum’at itu sayyidul ayyam, rajanya hari. Masa di rajanya hari saya melakukan suap? Saya keberatan, Pak.”

“Wah, ini terakhir, Pak. Hari Sabtu gimana?”

“Sabtu? Bisa bisa. Nanti kita bicarakan lagi mengenai tempat dan jamnya.”

“Siap, Pak. Terima kasih. Kami dari pihak perusahaan sangat berharap kesepakatan ini bisa berhasil. Kami akan membayar Bapak mahal demi kesuksesan kontrak ini.”

“Siap, siap. Terima kasih, Pak. Insya Allah beres.”

“Ya udah kalau gitu, hari Sabtu, di kafe C, jam 4 sore. Gimana? Bisa, Pak?”

“Bisa bisa. Saya akan ke sana tepat waktu.”

“Ok. Terima kasih kerja samanya, Pak. Assalaamu’alaikum.”

“Wa’alaikumussalaam.” Si pemilik HP segera menutup HPnya. Di sampingnya, tampak wanita yang sudah sepuluhan tahun berumah tangga dengannya memasang wajah penasaran.

BACA JUGA: Tiga Cara Mewujudkan Islam Rahmatan Lil Alamin

“Dari siapa, Pak?” tanya wanita itu.

“Oh, ini, Ma. Dari perusahaan A. Mereka ingin menggolkan kesepakatan proyek D.”

“Pa, hari Sabtu itu hari lahirnya Mamaku lho, Pa.”

“Lho, iya ta, Ma?”

“Iya, hari Sabtu itu hari lahirnya Mama. Mama selalu puasa di hari Sabtu Wage. Kata orang Jawa poso wetonan…”

“Waduh, gimana ini, Ma? Masa Papa gagalin kesepakatan ini?”

“Ya itu terserah Papa. Tapi kalau Papa menghormarti hari kelahiranku, Mama harap Papa juga menghormati hari kelahiran Mamaku.”

Lelaki paruh baya itu termenung mendengar jawaban istrinya. Lama ia terdiam menimbang antara goal dan tidaknya.

Sore harinya, di ujung tempat yang lain, suara nada dering HP berbunyi nyaring. “Halo, Assalaamu’alaikum, Pak Dewan…” Jawab si pemilik HP.

“Wa’alaikumussalaam.” Jawab si penelepon.

“Ada apa, Pak? Apa ada perubahan tempat?”

“Enggak, Pak. Saya mau minta maaf sebelumnya. Ternyata hari Sabtu itu hari kelahiran mertua saya. Istri saya keberatan saya menerima suap di hari itu. Jadi saya menelepon Bapak untuk menyampaikan bahwa saya gak bisa menerima suap di hari itu. Mungkin ada hari lain selain tujuh hari itu, yang bisa saya menerima suap dari Bapak?”

Lelaki yang punya HP itu terdiam. Tanpa kata, ia membanting HPnya. “Assu” umpatnya keras.

Nilai kualitas konten