KALEM.ID – “Karena hakikatnya, ungkapan cinta sejati adalah dengan mencintai Sang Maha Cinta yang cinta-Nya kepada kita berjuta-juta meski kita kerap berdusta”
Mencintai merupakan bahasa hati. Ia tidak nampak, meski bisa dibaca tandanya. Di antara tanda-tanda orang yang tengah jatuh cinta adalah sering menyebut-nyebutnya. Seperti pepatah Arab mengatakan, “Man ahabba syaian, katsura dzikruhu“. Artinya, “Barang siapa mencintai sesuatu, maka ia akan banyak mengingatnya”.
Ketika pikiran kita senantiasa menyebut-nyebut yang kita cintai, secara tidak langsung, berbagai tindakan kita akan sering tertuju padanya. Seperti contoh ketika kita pergi sekolah. Meskipun tujuannya untuk mencari ilmu, namun dalam hati kita bertujuan untuk bertemu dengannya. Atau seorang karyawan yang bekerja dengan giat agar bisa membelikan hadiah untuk pujaan hatinya.
Harus dipahami bahwa kecintaan manusia itu tidak hanya kepada manusia lainnya. Banyak dari kita yang juga mencintai hal lain. Benda misalnya. Cinta mobil, motor, bola, atau apapun. Bahkan bukan hanya benda, tanpa kita sadari, kita telah mencintai berbagai hal yang begitu kompleks. Buktinya, hal-hal itu sering sekali kita pikirkan dan inginkan.
baca juga: Mencintaimu Adalah Takdir, Menikahimu Adalah Pilihan
Jika kita amati, mencintai yang teramat dalam akan mendekati wilayah “menuhankan”. Itu terjadi karena kita sering menempatkan rasa cinta kita kepada sesuatu pada wilayah menuhankan.
Bayangkan, jika hal yang kita cintai adalah benda keduniaan, contohnya uang. Dari bangun tidur, makan, bekerja, beraktifitas, dan apapun yang kita lakukan bertujuan hanya untuk uang. Tanpa kita sadari kita telah menjadikan uang sebagai tuhan kita.
Bukan berarti tidak boleh mencari uang. Uang harus didapatkan sebagai bekal menjalani kehidupan. Yang keliru adalah ketika menjalani kehidupan untuk mendapatkan uang.
Lalu, apakah kita tidak boleh mencintai? Karena takut menyekutukan Tuhan dengan hal yang kita cintai?
Cinta adalah anugerah Tuhan. Ia tidak bisa ditolak. Solusinya adalah “memenej” cinta. Pepatah Arab mengungkapkan yang artinya, “Cintailah kekasihmu sewajarnya karena suatu saat ia bisa menjadi musuhmu, dan bencilah musuhmu sewajarnya karena suatu saat ia bisa menjadi kekasihmu”.
Kita bisa mencintai siapapun dan apapun, tapi jangan berlebihan. Sekedarnya saja. Sebagai tanda syukur karena hati kita masih diberikan rasa cinta, meskipun jika dipahami secara mendalam, cintanya itu hanya semu. Karena hakikatnya, ungkapan cinta sejati adalah dengan mencintai Sang Maha Cinta yang cinta-Nya kepada kita berjuta-juta meski kita kerap berdusta.
Maka, di bulan Ramadhan ini, kita belajar berpuasa dari rasa cinta yang salah. Mari menahan diri dari berlebih ingin memiliki perkara duniawi. Menjaga jiwa dari lapar harta, kuasa dan tahta. Mari mengejar yang wajar, agar kita terhindar dari jalan yang sasar.