Membaca Fenomena Penyitaan Buku Sebagai Perilaku Su’uẓan

KALEM.ID – “kalau hanya menyita buku karena takut dan khawatir ajaran komunisme tersebar, dipikir-pikir secara akal sehat tindakan itu kurang atau bahkan tidak efektif sama sekali DECH.

Belum lama, sembilan hari sebelum tulisan ini dibuat, dunia literasi kita harus menelan kenyataan pahit. Beberapa aparatur keamanan dari Kodim dan Kejaksaan Negeri Padang menyita sejumlah buku yang dianggap mengandung paham komunisme.

Di awal tahun yang cerah tentu dengan semangat yang berkobar memancarkan optimisme untuk menatap masa depan Indonesia. Eh aparatur pemerintahnya malah menganggap bahwa menyita (mengamankan) buku adalah bagian dari kisah heroik seorang patriot untuk membangun bangsa, agama dan negaranya.

Pasalnya, tindakan menyita atau mengamankan sebuah buku yang tak jarang berisi sumber keilmuan itu dilakukan tanpa membuktikan bahwa ternyata buku yang disita benar-benar berideologi Pe-Ka-I. Malah sialnya, dari beberapa buku yang diamankan, terdapat satu buku yang sebetulnya secara isi menentang keras ajaran komunisme yakni buku Benturan NU-PKI 1948-1965 karya Abdul Mun’im.

Yas Salam, Pak. Kalo bapak pernah ikut pengajian, minimal pengajian-pengajian kampung, pasti deh setidaknya bapak kenal dan pernah dijelaskan oleh Ustadz atau Kiai tentang istilah Su’uẓan. Ya, pernah denger ya?

Baik, saya bantu bapak memahami apa itu Su’uẓan. Ini Nabi Muhammad loh pak yang bilang, seperti diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim di dalam kitabnya dituliskan perkataan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda “Jauhilah sangka karena sangkaan adalah perkataan paling dusta.” Nah, hiji cenah.

Dua, hadits di atas dikuatkan oleh pendapat Imam Nawawi bahwa yang dimaksud dengan sangkaan adalah pembenaran dan keputusan oleh hati atas keburukan orang lain. Kalo, ini mah kalo, bapak tidak percaya bahwa itu semua yang bilang dan yang menjelaskan adalah Imam Nawawi, nih silahkan dibuka Kitab Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 295. Monggo waktu dan tempat dipersilahken.

Bapak paham kan maksud saya? Bahwa berprasangka buruk itu tidak baik, tidak boleh malah. Loh, masih tidak percaya bahwa berprasangka buruk itu tidak boleh, saya kasih terjemahan surat Al-Hujurat ayat 12 mau? Allah yang bilang pak, bukan saya loh, jangan marah ke saya. Lalu ya maksudnya apa, kalo bukan merenungkan antara dalil-dalil di atas dengan apa yang telah dilakukan tehadap buku-buku yang bapak sebut ‘diamanken’.

Saya yakin bahwa bapak bukanlah orang yang tidak berpendidikan, bahwa bapak bukan juga orang yang tidak mampu menganalisis tindakan ‘menahan’ buku tanpa melakukan pembacaan terlebih dahulu adalah perilaku Su’uẓan. Bahkan kata orang barat ini mah ya namanya Richard Hofstadter, sekali lagi bukan kata saya, tindakan tersebut dinamai Anti-Intelektualisme, dimana sebuah gagasan dan ide ditolak, direndahkan dan dilawan secara konstan.

Sebetulnya apa dampak yang akan muncul dari kejadian-kejadian yang berkelindan mengenai penyitaan sejumlah buku, tentu yang terjadi adalah semakin menguatnya sikap paranoid aparatur keamanan kita terhadap sesuatu yang berbau merah, palu, arit bahkan angka 65. Ini bahaya, bagaimana jika kemudian identitas-identitas yang ditakutkan itu bahkan tidak mempunyai kaitan sama sekali dengan komunisme, ya lagi-lagi yang terjadi adalah tindakan salah kaprah, salah tangkap, salah gebuk dan terus salah-salah lainnya akan muncul.

Kan tidak baik juga nantinya bagi instansi yang menaungi bapak, dan tidak lucu juga jika kemudian yang dinilai jelek oleh masyarakat adalah instansi tempat bapak mencari nafkah. Lebih jauhnya, dan ini sih kalau mau direnungkan, dampak akademis terhadap iklim keilmuan para pelajar kita, iya kita, negara yang dari dulu terus menerus berkembang ini loh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.