Di bulan April nanti, tentunya bagi para pecinta sepakbola, ada hal yang tak bisa dan tak boleh dilewatkan. Ya, kalian pasti kenal dengan kompetisi yang memperebutkan Si Kuping Besar, apalagi kalo bukan UEFA Champions League. Dan kalo ada salah satu klub jagoan kalian yang lolos ke babak delapan besar, hal itu akan jadi tambahan bahwa Liga Champions bukan hanya tidak boleh dilewatkan, tapi hukumnya fardhu ‘ain.
Karena, Liga Champions adalah kompetisi yang mempertemukan tim-tim baik dari segala macam aspek seperti prestasi, skuad, manajer, keuangan, mental dan sejarah. Bukan hanya menarik untuk hiburan, Liga Champions justru jadi kuliah 4 sks bagi para penggila dan pundit bola. Karena masing-masing klub akan menunjukan siapa yang lebih cerdas dalam taktik, bersejarah dalam pengalaman dan tentu punya mental lebih baik untuk membuat sejarah baru.
Chelsea yang telah gugur karena terlalu fokus bertahan harus menanggung rasa sakit ketika Barcelona punya skuad yang solid dengan Messi yang aduhai, tapi fans Chelsea tidak perlu berkecil hati, bukan karena The Blues tidak dijebol sebanyak setengah lusin, tapi memang kekalahannya itu tidak terlalu sakit jika dibanding dengan nasib Setan Merah.
Sedangkan Tottenham harus menangis tatkala usahanya mengalahkan Real Madrid di fase grup harus sia-sia begitu saja usai dipaksa bertekuk lutut di hadapan jamaahnya sendiri oleh Si Nyonya Tua Juventus. Tapi lagi-lagi Hary Kane dkk serta para fansnya tidak boleh terlalu berkecil hati atas kekalahan itu, karena jika lagi-lagi dibandingkan dengan Paul Pogba dkk, Tottenham masih punya taji lebih baik.
Setelah gugurnya tiga tim Inggris, maka di babak delapan besar ini, Inggris diwakili oleh dua tim yang punya sejarah berbeda. Sudah tentu jika membahas Liverpool, dunia pasti mengenang drama final tahun 2004. Sedangkan klub yang diasuh Pep, tidak punya catatan bagus selain dari sampai ke semifinal yang akhirnya kalah juga.
Namun, sepakbola tidak bisa diprediksi lewat sejarah saja, meski memang, sejarah jadi vitamin plus bagi mental skuad. Jika Liverpool lebih unggul dalam pengalaman, bagaimana dengan Liga Champions tahun lalu, dimana As Monaco yang merupakan tim kuda hitam mampu melaju sampai ke babak semifinal, padahal, As Monaco tidak mengandalkan sejarah di punggungnya. As Monaco adalah satu contoh yang membuktikan bahwa Liga Champions memang layak bagi tim kecil yang tak punya sejarah tapi kualitas oke.
Contoh lainnya yaitu The Red Devil, detik.com pernah menerbitkan artikel yang membahas analisis pertemuan MU kontra Sevilla, kesimpulannya, MU lebih diunggulkan menang karena sejarahnya. Tapi akhirnya … (isi sendiri), padahal jika memang sejarah klub sangat penting bagi mental skuad asuhan Mou, apakah sejarah Manchester United di kompetisi ini kurang banyak dan tak pernah dicatat?
Boleh jadi, pada babak delapan besar ini, perhatian khalayak Inggris khususnya fans MU akan berkiblat pada laga Liverpool kontra City, mengingat The Reds dan The Cityzens termasuk ke dalam daftar rival berat MU. Fans MU akan sangat menikmati manakala City dan Liverpool saling tonjok di perempat final, namun lagi-lagi fans MU harus tabah jika pada akhirnya salah satu dari kedua tim yang dibencinya itu akan lolos ke semifinal.
Cardiff Pernah Menjadi Saksi
Ronaldo sejauh ini adalah orang yang telah mencetak gol di Liga Champions dengan angka yang lebih besar dibanding gol seluruh skuad Manchester City di Liga Champions. Statistik ini tentu harus menjadi perhatian Allegri agar tidak terjatuh di lubang yang sama. Apalagi, Ronaldo yang telah dinobat sbagai pahlawan kemenangan Real Madrid atas tim kaya asal Paris, berhasil membayar pemberitaan media tentang dirinya yang dianggap habis bensin.
Bagi sebagian fans Juventus, laga ini adalah cambuk atau peringatan dari Yang Maha Kuasa, tapi untuk sebagian fans Juve yang lain, Madrid adalah batu loncatan, Cardiff adalah bangku sekolah, dimana pertemuan kali ini adalah ujian Juve yang sudah belajar tentang cara bermain Madrid. Jika Juve pada laga kali ini menang, maka kepercayaan diri tim asuhan Max Allegri akan sangat tinggi, tentunya karena telah mengalahkan juara bertahan.
Juventus jelas tak diunggulkan menang jika melihatnya dengan kacamata final tahun lalu, namun sekali lagi, sepakbola lebih sulit dari sistem alam semesta. Alam semesta masih bisa diprediksi oleh hukum fisika kuantum dan kosmologi, tapi ketika Sepakbola diprediksi seperti yang telah dilakukan Stephen Hawking kepada Timnas Inggris pada Piala Dunia 2004. Prediksinya tidak berjalan mulus, semulus prediksi tentang semesta.
Lalu untuk Barcelona dan As Roma, serta Bayern Munchen dan Sevilla, mungkin harus lebih dulu saya sampaikan ‘Selamat kepada Barcelona dan Munchen yang akan Lolos ke semifinal.’ Punten fans Roma dan Sevilla tanpa mengurangi rasa hormat, hihihi
Selamat berakhir pekan cintaaaa