Perkara Ojol dan Opang

KALEM.ID – “Ngojeg itu termasuk pekerjaan yang memprihatinkan, bahkan direndahkan oleh segelintir orang”

Ku habiskan sore ini dengan bermain gitar bersama sahabatku di beranda rumah. Sengaja memasang tikar untuk menikmati panorama dari depan rumah. Sungguh menakjubkan berada di bawah langit berwarna jingga sore hari ini. Seakan langit tidak pernah bosan menampakkan betapa menakjubkan sekali dirinya.


Kami selalu menikmati pemandangan langit pada sore hari selepas kerja. Firman adalah tetangga sekaligus sahabatku dari kecil. Tempat tinggalnya bersebelahan dengan tempat tinggalku. Itu menjadikan kami mudah untuk bertemu. Bahkan dari semasa sekolah kami selalu bersama-sama. Berangkat sekolah bersama, pulang sekolah bersama dan sampai sekarang aku selalu berangkat atau pun pulang kerja bersama dengannya.


Sedang asyik-asyiknya bermain gitar dan bernyanyi, nampak dua orang sedang beradu jontos di depan rumah. Dua orang itu sama-sama menyulut emosi satu sama lain seperti yang kami lihat. Yang satu memakai jaket hitam, sedangkan yang satunya memakai jaket hijau. Ada satu orang lagi yang kami lihat berada dekat-dekat dengan kedua orang yang sedang bertengkar. Orang tersebut berusaha meredakan pertengkaran kedua orang tadi.


Kami pun berhenti memainkan gitar karena menyaksikan pertengkaran tersebut. Segera kami mendekat ke arah mereka yang sedang bertengkar. Warga lain yang tidak sengaja melihat pertengkaran tersebut berbondong-bondong mulai mendekat. Ingin tahu apa yang sedang terjadi.


“Lu tau aturan wilayah sini ga? Ini otomatis jadi penumpang gue!” Teriak pria berjaket hitam dengan wajah merah padam sambil mengarahkan tinjunya ke arah pria berjaket hijau.

“Awas aja lu berani-berani lagi lewat sini bawa penumpang! Gue gebukin lu!” Lanjut pria berjaket hitam dengan nada mengancam.

“Iya Bang, maaf saya ga akan lewat sini lagi!” Pria berjaket hijau membalas dengan wajah memohon.

Pertengkaran tersebut hanya berlangsung beberapa menit saja, tidak lama. Namun mengundang warga berbondong-bondong penasaran ingin melihat. Pertengkaran antara ojeg pangkalan dengan ojeg online. Terlihat satu orang lagi kemungkinan adalah penumpang, dengan pakaian putih dan bercelana jeans biru.

Pertengkaran itu bermula ketika ojeg online menarik penumpang di daerah dekat ojeg pangkalan. Ojeg pangkalan tidak terima akan hal itu dan kemudian terjadilah pertengkaran.

Aku dan Firman malah asyik menonton pertengkaran mereka dari balik pagar. Pas sekali kejadiannya di depan rumah, jadi tak usah repot-repot menyaksikan pertengkaran itu ke jalan raya seperti warga lain. Ada-ada saja mereka para tukang ojeg. Apakah sebegitu sulitnya mengais rezeki di zaman sekarang? Jika sudah terjadi pertengkaran seperti itu siapa yang harus disalahkan?

Sedang sibuk menatap warga yang sedang bubar barisan, Firman menepuk bahuku.

“Gimana Rif? Kalau begini siapa yang salah coba?” Firman menunjukkan wajah seperti merasa kasihan.

“Kita ga bisa menjudge siapa yang salah Man. Tidak semua ojeg pangkalan berpindah alih menjadi ojeg online karena alasan tertentu. DI sisi lain, zaman semakin berkembang terus semakin maju.” Aku menjawab pertanyaan Firman dengan fakta yang ada.

Firman memasang wajah serius menatap lamat-lamat padaku.
“Justru itu Rif, harusnya ojeg pangkalan sadar diri bahwa zaman semakin maju. Harusnya mereka mengikuti zaman bukan malah tetep berpikiran kolot. Kalau seperti itu mereka bakal terbunuh oleh zaman lama kelamaan.” Jawab Firman dengan semangat.

“Asal lu tau Rif, dulu, zaman gue baru lahir, sekitar tahun 1996 sebelum krisis moneter. Nah, sekitar tahun segitu sampai tahun 2005 lah kalo ga salah. Ngojeg itu termasuk pekerjaan yang memprihatinkan, bahkan direndahkan oleh segelintir orang. Waktu itu orang yang ga kebagian kerja di pabrik terpaksa ngojeg. Dan kadang mereka yang nganggur ogah kalo disuruh ngojeg. Katanya gengsi. Tapi sekarang? Gue ga ngerti sama perkembangan zaman, Rif.” Lanjut Firman.

Kami pun melangkah, berjalan kembali menuju beranda rumah.

“Yaaa emang zaman itu susah untuk diprediksi. Hanya orang-orang yang punya pemikiran futuristik dan juga visioner yang bisa menghitung ke depannya zaman akan seperti apa. Tapi kasus yang barusan tetep aja kita ga bisa menyalahkan salah satu pihak, Man.” Jawabku, sambil kami terus melangkah menuju beranda rumah.

“Kalo aja gue bisa meramal masa depan yah, Rif.” Harap Firman sambil mengadah ke langit.

“Emang kenapa kalo lu bisa ngeramal masa depan, Man?” Tanyaku heran sambil menoleh padanya.

“Yaaaa gue bakal nyaingin ojeg online Rif. Gue bakal bikin aplikasi Becak Online. Kerenkan kalo disingkat jadinya Be-Ol”. Kami pun tertawa terbahak-bahak karena gurauan yang dibuat Firman.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.