Puisi Sukmawati, Blunder Tingkat Tinggi

PUISI SUKMAWATI, BLUNDER TINGKAT TINGGI

KALEM.ID – “Dalam sebuah pertandingan, terkadang seseorang dalam tim membuat belunder. Sudah mah belunder, tidak tepat pula waktunya.”

Di era super canggih hari ini, informasi dapat menyebar dengan sangat cepat. Kemajuan teknologi membuat berita dapat beredar kapan saja dan dimana saja. Tanpa harus melalui rapat redaksi, konfirmasi, bahkan tanpa wartawan, kita sudah bisa mengetahui sebuah kejadian. Terlepas benar dan salah atau keutuhan dan konteksnya, yang pasti kita bisa tahu, minimal potongannya.

Beberapa waktu lalu, media dihebohkan dengan video pembacaan puisi yang dibawakan oleh salah satu putri Sang Proklamator Indoneisa Bung Karno, yakni Sukmawati Soekarnoputri. Ia membacakan sebuah puisi yang berjudul “Ibu Indonesia” yang sangat kontroversial. Bagaimana tidak, isi dari puisi itu dinilai banyak menyinggung SARA.

Situasi ini tentu saja menuai pro dan kontra. Ada yang membela, banyak juga yang menekan. Jangankan dari masyarakat Indonesia, saudara-saudara dari Sukmawati pun berbeda tanggapan. Seperti Guntur Soekarnoputra, putra tertua Bung Karno yang menyayangkan dengan puisi “Ibu Indonesia” tersebut. Ia menuturkan bahwa keluarganya telah diajarkan syariat Islam oleh ayahnya, Bung Karno dan Ibunya, Ibu Fatmawati. Ia meneruskan bahwa puisi tersebut merupakan pandangan pibadi, tidak ada kaitannya dengan pandangan keluarga.

Berbeda dengan Kakaknya, Guntur, Guruh Soekarnoputra memberikan kesan lebih “membela”. Ia menjelaskan bahwa puisi itu bisa dimaknai dari berbagai sudut pandang, tergantung persepsi pembacanya. Guruh menekankan bahwa tujuan utama puisi tersebut bukanlah untuk menyinggung SARA.

Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat, KH Cholil Nafis memberikan tanggapan, “Tak mengerti syariat Islam bagi pemula itu keniscayaan, tapi bangga dengan tak paham syariah bagi muslimah adalah ‘kecelakaan’”.

Melihat berbagai respon masyarakat, tentunya akan membawa dampak yang beragam, khususnya dampak terhadap konstelasi politik Indonesia. Di tengah isu SARA yang beberapa waktu ini memanas, Sukmawati justru menyiramkan bensin pada api. Kejadian ini akan menjadi bahan yang sangat gurih untuk digoreng dan disangkutpautkan dengan politik oleh kubu oposisi. Apalagi menuju tahun politik.

Ketika pemerintah melalui Kementrian Komunikasi dan Informasi mengampanyekan untuk memberantas hoaks, Sukmawati malah memberikan bantuan kepada lawan dengan mengkonfirmasi atas berita-berita hoaks yang sering dilekatkan pada kubu merah. Meskipun Sukmawati dikabarkan kurang harmonis dengan Megawati, mau tidak mau, kubu lawan akan menyematkan Sukmawati bagian dari kubu merah.

Kejadian ini mirip dengan fenomena Ahok. Dan sialnya, Sukmawati tidak belajar atas pengalaman Ahok. Bagaimana Ahok bisa dijungkirbalikan dengan kesalahan kecil yang digoreng sampai matang. Tapi kasus Sukmawati masih ”agak mending”, karena tidak dilakukan oleh orang yang justru akan “dimajukan”.

Ya, begitulah. Dalam sebuah pertandingan, terkadang seseorang dalam tim membuat belunder. Sudah mah belunder, tidak tepat pula waktunya. Eh, memangnya ada belunder yang tepat waktu? Apakah kebelunderan ini akan menjadi gol untuk kubu lawan? Kita lihat saja 2019 nanti.. hheu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.