Baginda Raja beserta para menteri sering mengunjungi tempat pemandian air hangat yang hanya dikunjungi para pangeran, bangsawan dan orang-orang terkenal. Suatu sore yang cerah ketika Baginda Raja beserta para menterinya berendam di kolam, beliau berkata kepada para menteri, “Aku punya akal untuk menjebak Abu Nawas.”
“Apakah itu wahai Paduka yang mulia?” Tanya salah seorang menteri.
“Kalian tak perlu tahu dulu, aku hanya menghendaki kalian datang lebih dulu besok sore. Jangan lupa datanglah sebelum Abu Nawas datang, karena aku akan mengundangnya untuk mandi bersama-sama kita.” Kata Baginda Raja memberi pengarahan kepada para menteri.
Esoknya Abu Nawas pun diundang untuk mandi bersama Baginda Raja dan para menteri di pemandian air hangat yang terkenal itu. Seperti yang telah direncanakan, Baginda Raja dan para menteri sudah datang lebih dulu. Baginda membawa sembilan belas butir telur ayam. Delapan belas butir dibagikan kepada para menterinya, satu butir untuk dirinya sendiri.
Setelah masing-masing mendapatkan telur, Raja memberi pengarahan singkat tentang apa yang telah direncanakan untuk menjebak Abu Nawas.
Ketika Abu Nawas datang, Baginda Raja beserta para menteri sudah berendam di kolam. Abu Nawas melepas pakaian dan langsung ikut berendam. Abu Nawas harap-harap cemas, kira-kira permainan apa lagi yang akan ia dihadapi.
Tiba-tiba Baginda Raja membuyarkan lamunan Abu Nawas. Raja berkata, “Hai Abu Nawas, aku mengundangmu mandi bersama, karena ingin mengajak engkau ikut dalam permainan kami.”
“Permainan apakah itu Paduka yang mulia?” Tanya Abu Nawas belum mengerti.
“Masing-masing dari kita harus bisa bertelur seperti ayam, dan barang siapa yang tidak bisa bertelur maka ia harus dihukum!” Kata Baginda Raja.
Abu Nawas tidak berkata apa-apa, wajahnya nampak murung, ia semakin yakin dirinya tak akan bisa lolos dari lubang jebakan Raja dengan mudah. Melihat wajah Abu Nawas murung, wajah Baginda Raja semakin berseri-seri.
“Nah, sekarang tunggu apalagi? Kita menyelam lalu naik ke atas sambil menunjukkan telur kita masing-masing.” Perintah Raja.
Baginda Raja dan para menteri mulai menyelam, kemudian naik ke atas satu persatu sambil menunjukkan sebutir telur. Abu Nawas masih di dalam kolam, ia tentu saja tidak sempat mempersiapkan telur karena ia memang tidak tahu kalau ia diharuskan bertelur seperti ayam.
Kini Abu Nawas tahu kalau Baginda Raja dan para menteri telah mempersiapkan telur, masing-masing satu butir. Karena dadanya mulai terasa sesak, Abu Nawas cepat-cepat muncul ke permukaan kemudian naik ke atas.
Baginda Raja langsung mendekati Abu Nawas, Abu Nawas nampak tenang, bahkan ia bertingkah aneh. Tiba-tiba saja Abu Nawas mengeluarkan suara seperti ayam jantan berkokok, keras sekali sehingga Raja dan para menterinya merasa heran.
“Ampun Tuanku yang mulia. Hamba tidak bisa bertelur seperti Baginda dan para menteri.” Kata Abu Nawas sambil membungkuk hormat.
“Kalau begitu engkau harus dihukum.” Kata Baginda Raja dengan bangga.
“Tunggu dulu wahai Tuanku yang mulia.” Kata Abu Nawas memohon.
“Apalagi memangnya?” Kata Baginda tidak sabar.
“Paduka yang mulia, ijinkan hamba membela diri. Sebenarnya kalau hamba mau bertelur, hamba tentu mampu dan itu perkara mudah. Tetapi karena hamba merasa menjadi ayam jantan, maka hamba tidak bertelur. Hanya ayam betina saja yang bisa bertelur.” Kata Abu Nawas sembari terus berkokok sebagaimana seekor ayam jantan.
Baginda Raja tidak bisa berkata apa-apa, wajah Raja dan para menteri yang semula cerah penuh kemenangan kini mendadak berubah menjadi merah padam karena malu, sebab mereka dianggap ayam betina oleh Abu Nawas. Karena merasa malu, Baginda Raja Harun Al-Rasyid dan para menteri segera berpakaian dan kembali ke istana tanpa mengucapkan sapatah kata pun.