KALEM.ID – “Mengakui ketidakbisaan adalah sesuatu yang berat dilakukan dan menunjukan kebodohan adalah dengan menjawab semua pertanyaan yang masuk dengan mengatasnamakan tanggung jawab nurani dan religi.”
Hey, kau tahu ? Aku masih mencintaimu. Aku masih merindukanmu dalam diam, menyebut namamu dalam ketidaksengajaan, memikirkanmu dalam kerendahan, dan mengharapkanmu dalam ke-tafa`ul-an namaku. Serta berusaha mewujudkanmu dalam petinggalan kasyfi dan menunggalkan dalam ‘aql al-ruhy tanpa menanggalkan dimensi hayati.
Bagaimana kabarmu disana ? Sudah menemui keluargamu yang disini yang ku ceritakan kemarin ? Dia membaik sekarang.
Kudengar, kau akhir-akhir ini sedang sibuk menyiapkan sesuatu yang sebenarnya sudah selesai sejak dulu. Atau lebih tepatnya “seharusnya sudah selesai sejak kemarin”. Pesanku, jangan terlalu diambil hati soal itu dan soal mereka. Tetap doakan mereka dan aku untuk mampu mengerti bahasa Tuhan melalui alam dan guratan. Kuberi tahu, mereka hanya bermain-main dengan permainan yang bukan untuk dimainkan, melebih-lebihkan hal yang tak lebih dengan cara berlebihan, dan menebalkan tempurung yang mengungkung dan mengurung dirinya untuk membentuk sebuah kehidupan dibawah langit buatannya itu. Biarlah, mereka nyaman dengan itu. Atau mungkin, mereka belum memahami bahasa Tuhan. Atau mungkin bukan mereka, tapi aku.
Ku tahu, kau pasti tak nyaman dengan itu. Kata sahabatmu disini, kau tak tenang dan iba jika tahu ada orang yang seperti mereka. Aku semakin kagum padamu. Kau bukan mengurusi dirimu saja, pengabdian dan dedikasi mu lebih besar dari ingin dan angan mu. Aku semakin mencintaimu, kau bukan hanya tempat singgah dalam sungguh, namun juga sanggahan atas kelucuan dan kerumitan rasa dan jiwa yang nyata.
BACA JUGA : SEISI SELIMUT LURIK 2
Hey, sahabatmu disini memberiku satu ‘ibarah unik padaku, katanya,
احرص على حفظ القلوب من الاءذى فرجوعهابعدالتنفافريصعب
“berusahalah untuk menjaga hati dari rasa sakit, karena kembalinya hati setelah menjauh (berantakan) sangatlah sulit”
Mungkin itu cocok ku gunakan untuk membuka obrolan tentang prinsipmu terhadap mereka ketika kita bertemu nanti, tapi aku takut kau sudah tahu. Biarlah, tugasku hanya mencintaimu dan mewujudkan cintaku. Soal dirimu dan prinsipmu, itu urusanmu dengan Tuhanmu.
Kau tahu ? Ini bagian akhir dari awal ceritaku tentangmu, bukan karena aku tak suka melakukannya atau aku telah kehabisan kata dan rasa sehingga menjadikannya kejumudan karsa. Hanya saja akhir-akhir ini aku sedang sedikit sibuk mengurusi hal tak penting yang tak seharusnya ku urus, melakukan hal yang tak seharusnya ku lakukan, dan memikirkan hal yang sepatutnya ku pikirkan. Mungkin aku terjebak dalam balutan daging-daging hina dan akal-akal dangkal sehinga aku tak mampu mempersiapkan bekal yang kekal.
Hey, aku masih ingat ucapan seorang agamawan bijak nan teduh kata-katanya mengajariku sebuah makna dalam balutan frasa jiwa, katanya,
أحمدالبلاغة الصمت حين لا يحسن الكلام
“retorika yang paling terpuji adalah diam ketika kata-kata tak lagi mampu memberikan kebaikan”.
Mungkin terdengar tabuh, tapi itu seperti jawaban atas kelatahan sosial yang semakin menjangkit dan akut di akhir-akhir ini. Dari ‘ibarah itu, aku paham bahwa mengakui ketidakbisaan adalah sesuatu yang berat dilakukan dan menunjukan kebodohan adalah dengan menjawab semua pertanyaan yang masuk dengan mengatasnamakan tanggung jawab nurani dan religi. Dan dari itu pula, aku paham bahwa diam adalah tindakan yang berharga karena diam hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kemapanan hati dan religi. Tak heran jika agawan itu menambahkan sebuah kata, “jika berbicara adalah emas, maka diam adalah berlian”.
Hey, kau tahu ? Agmawan itu juga mengajariku tentang strategi jihad kontemporer. Ah.. Lagi. Aku senang mencintaimu dengan cara ini. Katanya,
أضعف الحيلة خيرٌ من أقوى الشدة فأصلح نفسك لنفسك يكن الناس تبعالك
Strategi yang paling lemah lebih baik daripada kekerasan yang menindas. Maka, perbaikilah dirimu sendiri, maka orang pun akan mengikutimu.
Sekali lagi, dia memberi stimulus jawaban dari fenomena lucu akhir-akhir ini. Dimana perang semakin transparan nun mapan dalam sebuah kehidupan berlandaskan citra dan jabatan. Pujian menjadi tujuan, dan harapan menjadi rekaan. Ah lucu sekali negeri ini. Hey, kau tahu ? sekarang kebebasan menjadi pedang penghancur segala tindakan dan ucapan. Tapi kebebasan juga menjadi nabi segala ucapan dan tindakan pula. Mereka bergelut masing-masing mengatasnamakan kebenaran dan Tuhan. Ah.. Kau pasti sudah tahu itu. Lucu, bukan ? Kau tahu mengapa itu terjadi ? Atau karena orang-orang itu bodoh, seperti yang dikatakan oleh ‘ibarah klasik
الآحمق ضالٌ مضلٌ إن أونس تكبر وإن أوحش تكدر وإن استنطق تخلّف وإن ترك تكلّف
Orang bodoh itu sesat dan menyesatkan. Jika diperlakukan baik, ia sombong. Jika diperlakukan buruk, ia jahat. Jika diminta bicara, ia menyimpang. Dan jika dibiarkan, ia menjadi beban.
Ah.. Ntahlah.. Aku tak cukup mampu menganalisa itu, nalar ku tak cukup kuat menahan tawa ketika memikirkannya. Diakhir ucapnya, dia menutupnya dengan ucapan bijak,
أخوك من أساك و من صدقك ومن واسك بنشبٍ لامن واساك بنسبٍ
Saudaramu adalah dia yang memberimu contoh tauladan yang baik, jujur pada mu, dan dia yang menolongmu dengan usaha kepedulian, bukan yang menolongmu dengan nasabnya.
Hey, kau tahu ? Aku masih mencintaimu. Maaf, aku belum bisa menjadi saudara baikmu.
Yogyakarta, April 2018.