KALEM.ID – “Cinta memang menggebu, kadang malah menyesakkan. yang seperti itu, tak lain hanya nafsu dan penyesatan”.
Kau tahu ? Aku sudah lama memperhatikan dirimu dalam diam, namun aku tak berani mengucap keras-keras namamu pada Tuhan di sepertiga terakhir malamku. Aku malu. Aku tak punya keberanian untuk menjelaskan “ingin” meski dalam angan, hanya angin-angin lembut subuh yang kunanti sebagai pengganti indah dan dinginnya dirimu yang hakiki.
Disela-sela langit menuju siang, aku yakin bahwa yang aku lakukan adalah bagian untuk melihat mu, memperhatikanmu, dan bahkan merindukanmu. Bertemu ? Tidak. Aku tidak ingin itu untuk saat ini. Aku belum siap untuk itu. Aku malu akan diriku sendiri jika bertemu.
Aku sekarang tidak di tempat yang dulu, aku sudah lama meninggalkan kota itu. Dan aku pun tidak di tempat dimana aku berasal. Tapi percayalah, dimanapun aku, aku selalu tersenyum ketika teringat namamu. Dan kau juga harus percaya, aku tak pernah memelukmu dalam doaku seperti yang agamawan-agamawan itu anjurkan pada kaumnya. Tapi maaf, terkadang lisanku keceplosan menyebut namamu dengan jelas, dan maaf juga, tak ku akhiri dengan istighfar setelahnya. Ternyata aku bahagia atas ketidaksegajaan itu.
Maaf jika kau tak senang dengan caraku berpikir yang menimbulkan sikap seperti itu, aku tahu cintaku takan bertepuk sebelah tangan, aku hanya sedang aji-diri dalam hening. Suatu saat, akan kuminta dirimu pada Tuhanku langsung melalui lantunan doaku diiringi dengan isak sendu menjelang fajar tiba.
Baca juga : KARENA CINTA ITU AKTIF
Dan, kau tahu ? Akhir-akhir ini aku mendengar kabar tak sedap di media yang berhubungan denganmu. Ingin ku adili dengan caraku, aku yakin kau tak suka. Aku ingin marah, tapi aku teringat sabda Tuhan. Lalu aku ingin menanyakan langsung padamu, tapi aku teringat kritik Tuhan. Ah Tuhan.
Namun sempat kutanyakan tentang kabar itu pada sahabatmu disini tentangmu dan tentang kabar itu, jawabnya,
“Cinta memang menggebu, kadang malah menyesakkan. Tapi yang seperti itu, tak lain hanya nafsu dan penyesatan. Cinta soal asa dan cita yang melahirkan sebuah wujud dan sujud. Ketika mampu mengendalikan cinta dengan asa, kau akan memiliki sebuah rasa yang berwujud. Dan saat mampu memahami cinta dengan cita, kau akan mampu melihatnya dalam sujud.
Wujud cinta tidak lagi tertanam dalam fisik indrawi, namun dalam sujud hakiki yang menuntunmu dalam segmentasi ukhrowi. Modal cinta adalah pegenalan dan pengetahuan yang mendalam. Pahamilah”