Si Putih yang Menyenangkan juga Menakutkan Eps. 3

KALEM.ID – “Sosok itu berdiri di ambang pintu!

 

Langit-langit dapur dikepuli uap dan juga asap, Mama sedang memasak disana.  Anggi pun ikut membantu Mama memasak. Sedangan aku dan Papa duduk di sofa yang berada di ruang tengah. Dari ruang tengah terlihat suasana dapur begitu sibuk. Sesekali Mama memberi komando kepada Anggi harus melakukan apa.

Mama dan Papa menganggap Anggi sudah seperti anaknya sendiri. Anggi sering berkunjung ke rumah kami saat sedang libur sekolah. Aku pun menganggapnya seperti adik kandung.

***

Aroma lezat makanan mulai tercium dari arah dapur. Sementara aku dan Papa sedang duduk di sofa ruang tengah, ruang keluarga. Tidak lama kemudian Anggi berjalan dari arah dapur menuju ruang tengah sambil membawa nampan yang di atasnya terlihat tiga piring berisi makanan. Dan juga Mama menyusul di belakang Anggi sambil membawa piring kosong untuk kita berempat.

Saat itu kami pun makan siang. Masakan Mama begitu lezat, membuat lidahku tidak pernah bosan memakan masakan Mama. Ruang tengah menjadi ramai, kesibukan kami saat sedang makan siang memenuhi ruangan itu. Sesekali Papa membuka pembicaraan saat kami sedang makan.

“Kau tahu Don kenapa Papa memilih Mama untuk jadi istri?” Papa menatapku sambil mengunyah makanan. “Jelas saja, itu karena masakan Mama mencuri hati Papa.” Papa pun tertawa kecil. Anggi terlihat nyengir – mungkin karena geli dengan gombalan Papa. Dan aku hanya membalas tatapan Papa dengan senyuman.

Mama yang berada di sisi Papa berhenti mengunyah makanan dan menatap Papa. “Kalau begitu kenapa Papa tidak menikahi masakan Mama saja?” Kami berempat tertawa mendengar perkataan Mama.

Papa dan Mama selalu bisa membuat suasana menjadi lebih hangat. Di samping mereka orang tua yang penyayang, gurauan mereka pun cukup lucu untuk ukuran anak muda sepertiku.

***

Malam pun tiba, rembulan sudah terlihat naik di sisi timur. Langit dipenuhi suara adzan yang bersahutan, ini sudah pukul tujuh. Aku sedang membaca novel di kamarku dan duduk di kursi dekat meja belajar. Namun kegiatan membacaku terhenti saat seseorang mengetuk pintu kamarku.

“Siapa? Masuk saja tidak dikunci kok.” Aku beranjak dari kursi bermaksud menghampiri pintu.

“Kak Doni, Tante bilang kita akan segera makan malam. Ditunggu sama Om dan juga Tante, kita makan malam bersama.” Suara itu terdengar dari balik pintu.

Mendengar itu ku urungkan niat membukakan pintu. Lagipula aku mengenali suara itu, itu suara Anggi. Namun, novel yang sedang ku baca sedang asyik-asyiknya. Lanjut saja membaca. Seolah tidak ada yang bisa mengangganggu, kembali ku buka novel digenggamanku. Berpindah dari kursi ke kasur lalu kembali membaca novel.

Telat makan pada waktu malam sudah biasa bagiku. Bahkan orang tuaku tidak akan menganggu jika panggilan tidak membuatku beranjak dari kamar. Mereka tahu apa yang dilakukan olehku sampai melewatkan waktu makan malam bersama. Nanti juga kalau lapar mengambil makan sendiri ke dapur.

BACA JUGA: Si Putih yang Menyenangkan juga Menakutkan Eps. 2

***

Suasana malam menjadi lebih lengang. Tidak terdengar lagi suara televisi dari ruang tengah. Ini sudah pukul sebelas malam. Seperti biasa waktu begitu cepat bergulir jika sedang asyik melakukan sesuatu. Syukurlah novelnya berakhir happy ending dan tidak membuat penasaran.

Setelah melahap habis lembaran novel, tadinya aku ingin langsung pergi tidur saja. Namun sialnya cacing di perutku demo meminta asupan makanan.

Dengan rasa kantuk yang tertahan aku beranjak dari tempat tidur pergi keluar kamar dan berjalan menuju dapur. Sementara orang tuaku sudah tidur, begitu juga dengan Anggi. Kamar mereka tertutup rapat dengan lampu dimatikan. Ruangan tengah pun menyisakan cahaya remang dari lampu dinding di pinggir televisi. Begitu juga ruangan lainnya di rumah ini, semuanya remang menyisakan sedikit cahaya.

Sesampainya di dapur, mulai aku mengisi piring dengan nasi dan lauk pauk yang ada. Setelah itu aku pergi ke ruang tengah, berniat menghabiskan makananku disana. Setibanya di ruang tengah, aku duduk di sofa favoritku. Baru beberapa saat aku duduk di sofa, terdengar suara air keran dari kamar mandi. Dan hey pintu kamar mandinya terbuka, aku bisa melihatnya dari ruang tengah .

Gelapnya ruang kamar mandi membuatku tidak bisa melihat isi ruang kamar mandi. Di tambah lagi seisi rumah hanya bercahaya remang. Aku menatap lurus ke arah kamar mandi, persis memeriksa bingkai pintu kamar mandi. Sial! Seseorang tampak sedang berdiri di ambang pintu kamar mandi. Tampak rambut hitam panjang dan baju putih membalut tubuhnya. Tidak salah lagi itu si Putih! Gumamku dalam hati.

Aku sontak kaget melihat si Putih yang berdiri di ambang pintu. Terlebih lagi dia menatap padaku. Aku menghentikan gerakkan mulut yang sedang menguyah makanan, menyimpan piring yang ku pegang, lalu balas menatap si Putih.

Entah apa yang ada dipikiranku saat itu, aku menghampiri si Putih yang berada di ambang pintu kamar mandi. Biasanya si Putih tidak terlalu menampakkan dirinya terlalu lama, namun sekarang ceritanya berbeda. Si Putih masih berdiri disana selagi aku menghampirinya.

Tinggal empat meter jarak antara aku dan si Putih. Dari dekat si Putih terlihat begitu menyeramkan. Wajahnya tertutup oleh rambut yang terurai sepanjang pinggang. Baju putihnya terlihat kumal membuat dirinya menjadi tambah menyeramkan.

Orang tuaku masih tertidur pulas, begitu juga Anggi. Suara air keran dari kamar mandi tidak membuat mereka terbangun. Hanya aku sendirian yang berhadapan dengan si Putih. Sekarang jarakku tinggal dua meter, ini begitu dekat. Aku menghentikan langkahku, berhitung cepat atas segala kemungkinan.

Belum selesai aku berpikir tiba-tiba saja si Putih menghilang! Sepersekian detik aku memalingkan wajah dari si Putih dan sekarang dia menghilang.

Aku memeriksa sekitar, kiri kanan atas bawah, tidak ada. Si Putih benar-benar telah pergi. Aku berpuh pelan. Kabar baiknya si Putih telah menghilang. Setelah memeriksa sekitar aku pergi ke kamar mandi, mematikan keran yang dinyalakan si Putih. Kemudian aku kembali ke sofa di ruang tengah. Lalu menyelesaikan makan.

Selesai makan aku pergi ke kamar. Ku lihat jam dinding yang menggantung, pukul dua belas malam. Malam semakin sunyi, tidak ada lagi suara binatang yang terdengar. Suasananya sudah sangat cocok untuk pergi tidur. Aku terlentang di kasur, kemudian menarik selimut dan membalutnya ke seluruh tubuh.

 

Bersambung …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.