KALEM.ID – “Akhir dari cerita si Putih”
Sang surya sudah mulai naik di arah timur. Sinarnya masuk menembus jendela kamar sehingga membasuh wajahku dengan kehangatan. Setengah sadar aku terbangun pagi itu. Suara ketukan pintu terdengar.
“Doni, cepat bangun ini sudah pagi!” Terdengar suara Mama dari balik pintu. “Ayo cepat! Papa dan Anggi sudah siap untuk sarapan, kamu juga harus segera bangun dan ikut bergabung untuk sarapan.” Perintah untuk sarapan sudah terdengar.
“Iya Ma sebentar lagi.” Aku membalas perkataan Mama sambil selimut masih menutup badanku. Langkah kaki Mama pun terdengar menjauh dari kamarku. Aku pun segera terbangun dan membasuh muka kemudian bergabung dengan yang lain di ruang tengah.
Kami pun telah siap menyantap sarapan masakan Mama. Mama menuangkan sup ke setiap piring kami, dibantu pula oleh Anggi. Tentu saja aromanya lezat, masakan Mama tidak ada duanya. Setelah semua piring sudah terisi nasi dan lauk pauk, kami pun mulai menyantap sarapan.
Sedang sibuk menyuap nasi tiba-tiba saja keran air di kamar mandi terdengar. Suara itu membuat kami berhenti mengunyah. “Ayo Don, kalau habis dari kamar mandi jangan lupa tutup kembali kerannya!” Papa di sampingku berbicara sambil menoleh padaku.
Benar saja kalau aku orang yang terakhir ke kamar mandi. Tapi aku tidak menyalakan kerannya saat sedang di kamar mandi, bahkan menyentuh sedikit pun tidak.
“Eh, Doni tidak membuka kerannya sama sekali sewaktu di kamar mandi, sumpah.” Aku membela diriku yang tidak salah. “Jelas-jelas Doni yang terakhir keluar dari kamar mandi kan.” Papa memperjelas dengan fakta yang ada. “Memang Doni yang terakhir keluar dari kamar mandi, tapi Doni tidak membuka kerannya saat di dalam kamar mandi.” Aku pun tetap dengan kejujuranku.
Mama ikut bicara selepas aku dan Papa berdebat. “Sudah … sudah. Doni, lebih baik cepat tutup kembali kerannya!” Dengan wajah agak bingung Mama menyuruhku. Anggi pun terlihat kebingungan mendengar perdebatanku dengan Papa, entah siapa yang Anggi percaya.
Aku pun mengangkat pantatku dari kursi dan segera melangkah menuju kamar mandi. Sedangkan Papa, Mama dan Anggi melanjutkan menghabiskan sisa makanan di piring mereka.
Belum sampai di kamar mandi seketika suara keran menghilang dari langit-langit. Aku membuka pintu kamar mandi dan tidak ada siapa pun di dalam kamar mandi. Mama melihatku belum membukakan pintu namun suara keran tiba-tiba menghilang.
“Doni, ada apa? Apa kerannya rusak?” Mama bertanya dengan sedikit berteriak padaku yang berdiri di ambang pintu kamar mandi. Aku yang sedang melihat ke dalam pintu kamar mandi sesaat menoleh kepada Mama. “Doni tidak tahu Ma, tapi kerannya tiba-tiba mati.” Lalu kembali menoleh ke dalam kamar mandi.
Astaga! Ternyata itu si Putih dengan rambut panjang terurai menatap padaku. Kaget melihat si Putih yang tiba-tiba menampakkan dirinya membuat mataku membesar dan membesar seolah akan keluar. Ingin berteriak namun tidak bisa, entah kenapa. Si Putih mendekat padaku yang sedang berdiri terpaku. Aku pun balas menatapnya, si Putih masih terus melangkah mendekatiku.
“Doni, apa yang sedang kamu lakukan disana? Ayo cepat habiskan makananmu!” Papa memanggil dari ruang tengah. Mereka yang sedang di ruang tengah dapat melihatku yang berada di ambang pintu kamar mandi.
Akhirnya aku menutup pintu kamar mandi dan berlari menuju ruang tengah. Papa, Mama dan Anggi kaget melihatku berlari. “Hey Doni, ada apa?” Papa beranjak berdiri dari kursinya. “Ada apa Doni? Kenapa sampai berlarian di dalam rumah?” Mama menambahkan pertanyaan yang intinya sama. Sedangkan Anggi masih duduk melihatku penuh kebingungan.
Aku pun duduk di kursi ruang tengah kemudian menceritakan apa yang pernah aku alami selama ini. Si Putih selalu menggangguku saat Papa dan Mama pergi keluar kota. Bahkan sampai sekarang dia masih terus saja menggangguku.
Aku menjelaskan secara detil kepada Papa dan Mama tentang si Putih, ketika kapan ia muncul, ketika ia selalu membuka menutup keran kamar mandi dan hal lainnya.
Anehnya, mendengar cerita itu Papa dan Mama begitu tenang, mereka dengan kalem menyimak ceritaku tentang si Putih. Beberapa menit aku membahas si Putih, menjelaskan ini itu tentangnya, lalu Papa angkat bicara.
“Iya Don, si Putih? Itu panggilanmu padanya? Sungguh menarik sekali. Kamu belum pernah berkenalan dengannya bukan? Wanita berjubah putih, berambut hitam panjang terurai itu memang benar namanya Putih. Sungguh hebat kamu bisa tahu namanya Don.” Papa pun tertawa lebar. “Si Putih memang telah ada di rumah ini sebelum kamu melihat dunia Don.” Aku menatap Papa, mulai antusias.
“Sewaktu Papa dan Mama masih pengantin baru, rumah ini sudah Papa beli sebagai hadiah pernikahan. Satu hari, dua hari, satu bulan, dua bulan rumah ini terasa begitu nyaman bagi Papa dan Mama. Sehingga datanglah waktu dimana si Putih menunjukkan dirinya pertama kali di rumah ini. Iya, saat itu sama halnya denganmu Don, Papa baru selesai mandi dan keluar dari kamar mandi tiba-tiba saja kerannya terbuka.” Papa membenahi posisi duduk.
“Dari sana awal mula Papa tahu ada sesuatu yang ganjil di rumah ini. Waktu demi waktu kemunculan dan gangguan si Putih mulai membuat Papa dan Mama merasa tidak nyaman lagi di rumah ini. Lantas Papa memanggil orang pintar untuk mengusir si Putih dari rumah ini.” Anggi terlihat penasaran untuk perkataan Papa selanjutnya.
“Namun pada akhirnya si Putih tidak bisa diusir dari rumah ini. Dan Papa diberitahu untuk biasa saja menghadapi si Putih. Si Putih tidak akan mengganggu terlalu berlebihan, paling saja dia hanya iseng. Dan memang begitu, si Putih paling hanya menampakkan dirinya, membukakan keran air, mematikan sakelar lampu, dan hal lainnya. Dan apa yang dilakukan si Putih kadang kala membuat Papa sadar.” Mama mengamatiku dan Anggi yang sedang mendengarkan cerita Papa.
“Pernah waktu itu si Putih menyalakan keran air di kamar mandi ketika air sedang kosong, dan tiba-tiba keran mati saat air sudah penuh.” Papa tertawa, Mama pun tertawa, aku dan Anggi hanya bisa tersenyum lebar. “Pernah juga saat malam hari Papa lupa mematikan lampu ruangan tengah, baru saja Papa berniat mau mematikan lampu ruangan tengah, tiba-tiba ruangan tengah sudah gelap.” Kami pun tertawa bersama-sama.
“Apapun yang si Putih lakukan kalian hadapi biasa saja. Dia tidak semenakutkan hantu yang lain.” Mama mengambill alih pembicaraan sambil menatap aku dan Anggi.
Akhirnya setelah itu aku menjadi biasa saja menghadapi kejadian ganjil di rumah ini. Si Putih serasa menjadi anggota keluargaku. Kehadirannya kadang menimbulkan manfaat, kadang juga memang mengganggu. Aku pun tahu, jika si Putih sudah sangat mengganggu, berarti dia ingin memberitahukan kepada yang ada di rumah bahwa dia itu ada.
Tamat~