Jika saja saya tidak tahu bahwa Paulo Coelho adalah seorang Katolik, saya pastilah menganggapnya sebagai seorang sufi. The Alchemist, karyanya yang sudah cukup lama lahir sangat kental dengan nuansa spiritual terlepas dari cerita yang tengah disampaikan. Bahkan di antara karya lain yang bernuansa serupa seperti Aleph dan Manuscript Yang Ditemukan di Accra, karya ini terasa cukup spesial.
The Alchemist, setelah saya membacanya, terasa seperti sebuah petunjuk hidup bagi manusia yang tengah mencari tujuan. Kehidupan modern dan industrial telah mengarahkan manusia untuk lebih mudah menyerah pada kehidupan. The Alchemist sebaliknya, ada hal-hal yang membantu kita untuk merayap lebih dari tahapan medioker dalam hidup. Bukan seperti para motivator, tetapi lebih kepada upaya bagi kita untuk menyadari kemungkinan untuk hidup dengan lebih baik.
Coelho, sekali lagi menunjukkan kepiawaiannya dalam mengolah tokohnya untuk menunjukkan pelajaran tanpa perlu menggurui. Ada berbagai hal yang amat menarik dan penting dalam The Alchemist yang bisa direnungkan oleh anak-anak muda. Khususnya bagi mereka yang masih terus mencari tujuan hidupnya. Bagi mereka yang sudah berhenti mencari, mungkin Anda bisa berhenti membaca tulisan ini sampai di sini saja.
- Mengejar personal legend
Pertama, buku ini bercerita tentang pentingnya kita mengejar personal legend. Saya memaknai frasa tersebut sebagai proses menggali diri. Tidak seperti orang pada umumnya yang menganggap bahwa hidup ini adalah kompetisi sehingga kita harus terus mengejar sesuatu. The Alchemist bercerita tentang pentingnya mengejar ke kedalaman diri.
Move in sebelum move on. Kompetisi terjadi karena kita tidak memahami bakat dan keutamaan diri sendiri, hal ini berakibat pada diri kita yang merasa harus selalu menang dari orang lain. Tokoh utama dalam The Alchemist berkali-kali diingatkan untuk tidak pernah lupa menggali ke kedalaman diri, karena tujuan hidup tidak lain adalah untuk menemukan sisi terbaik dari diri kita sendir.
- Membaca pertanda
Petuah berikutnya dari The Alchemist adalah terbiasa membaca pertanda. Kita terlalu sering dijejali dengan keharusan berpikir logis dan empiris. Segalanya harus seolah terinderai. Padahal selain indera yang lima, terdapat alat-alat lain untuk menangkap tanda-tanda alam.
The Alchemist mengingatkan kita pada kebiasaan kuno untuk mendengarkan firasat. Kebiasaan untuk mengikuti pertanda akan mengantarkan kita pada tujuan-tujuan kita. Setiap peristiwa yang dilalui tidak harus logis, namun yang terpenting kita sampai pada yang kita maksudkan. Saat menghadapi quarter-life crisis, sebaiknya kita tidak melulu mengejar keinginan sendiri, namun sesekali berhenti dan memperhatikan, apakah ini jalan yang tepat untuk dilalui.
- Memahami Keberadaan Energi Gaib
Menyambung dari poin sebelumnya terkait membaca pertanda. Ada simbolisasi yang menarik dalam The Alchemist terkait energ gaib. Energi ini selalu hadir, nyata dan menjelma dalam kehidupan kita. Energi tersebut berusaha mengarahkan kita pada suatu hal, suatu peristiwa, suatu pilihan. Namun, kita selalu kesulitan merasakannya karena tertutup oleh ego kita dan merasa apa yang kita pilih sendiri pastilah benar.
Dalam The Alchemist, si tokoh utama selalu bertemu sosok-sosok menarik dalam perjalanannya. Sosok-sosok tersebut ia percaya sebagai penjelmaan energi gaib yang terus berusaha membimbing dirinya.
- Kepasrahan pada perjalanan
Dalam menjalani sebuah proses, baik itu karier, asmara, maupun bisnis, segala hal tidak selalu berjalan sesuai rencana kita. Selain upaya yang proporsional, jiwa yang pasrah juga dibutuhkan dalam menjalaninya.
Tokoh dalam The Alchemist juga mengalami hal yang sama, berbagai kesulitan menghadang, namun ada kesadaran bahwa segala hal tersebut memang harus dilalui.
- Keberanian Memulai Langkah Pertama
Semua hal yang ingin kita capai perlu dimulai dengan langkah perdana. Sementara satu-satunya hal yang dibutuhkan untuk memulai langkah yang pertama adalah keberanian, setidaknya berani memikirkannya terlebih dahulu.
Skill yang cukup, modal yang memadai, serta kecerdasan tidak akan berfungsi baik tanpa keberanian. Keberanian adalah modal untuk menghadapi segala sesuatu, berani dikomentari, berani menghadapi kritikan, dan berani melaluinya. Pencapaian dalam quarter-life crisis tidaklah harus muluk-muluk, setidaknya bertahan dan bergerak maju walau sedikit saja sudah lumayan.